BERMIMPI DAN BERHASILLAH
Cerita seperti ini bukan hal baru, tetapi karena aku menyaksikan sendiri
kisahnya, ada sebuah emosi yang berbeda dibanding jika aku membacanya dari
kisah orang lain. Ini tentang seseorang yang paling dekat denganku.
Ketika pertama kali hidup bersamanya, kami masih sama-sama sangat muda, aku
23 tahun dan dia 25 tahun, benar-benar memulai semuanya dari nol. Kami berbeda
jurusan kuliah, berbeda universitas. Perbedaan
dunianya dengan duniaku membuat aku tidak terlalu memahami dunia kerjanya. Dia
orang teknik, aku pendidikan. Ketika anak pertama kami lahir, penghasilan
didapat dari sebuah perusahaan power supply di Bekasi. Pekerjaan dengan tingkat
kesulitan yang tinggi, dan posisi sebagai seorang QA Analyst membuat dia
terbiasa untuk bertanya apa masalahnya? Apa yang salah dari alat ini, sehingga
hampir di dalam keseharian pun dia selalu berpikir negatif dan “buruk sangka”. Ketika itu, aku melihat bukan ini sebenarnya dirinya.
Dia layak mendapatkan lebih dari itu. Dia bermimpi mendapatkan pekerjaan yang
lebih menantang dan mengeksplor ilmunya. Dengan izin Allah, ketika anak kedua lahir, diterimalah
ia di perusahaan distributor alat kesehatan di Jakarta. Kantor ini jelas berbeda dengan perusahaan sebelumnya, dan
meskipun harus menjadi newbie lagi, diambilnya tawaran itu. Padahal di tempat
sebelumnya dia baru saja mendapat posisi baru. Lalu, bekerjalah ia di kantor tersebut
selama 8 tahun lamanya. Selama kurun waktu itu, ada kesempatan tarining untuk
karyawan yang dinilai kapabel ke Jepang dan China. Dari dua negara itu, dia
sangat ingin ke Jepang, Lalu dia mulai bermimpi. Maka setiap hari, hampir di
setiap kesempatan dia berteriak dengan lantang: Japanese! Japanese!
Awalnya aku merasa lucu dan konyol dengan perilakunya. Buatku itu
kanak-kanak sekali, cukuplah dalam hati aja. Tapi dia seorang yang kuat kemauan,
jadi sepanjang tahun dari 2007 hingga 2009 dia teriak Japanese. Terkadang mengoceh betapa inginnya dia ke Jepang. Tahun
berganti, ketika untuk pertama kalinya di tahun 2009 dia mendapat tugas training,
dan negara tujuanya adalah: Jepang!
Betapa senang dia dengan kesempatan itu, dengan gembira dia pergi ke Jepang
dan training disana selama 2 minggu. Bisa ditebak setelah itu, dengan
bersemangat dia ceritakan tentang pengalamanya di Jepang, bahkan hingga hari
ini, dari mulai kebersihanya, kesopanan orang-orangnya, pakaianya, makananya,
semuanya sampai menurutnya dari semua hotel yang dia pernah tempati selama
keliling kota di Indonesia, tak ada yang sebaik hotel di Jepang.
Ternyata ke Jepang sekali, membuat makin ingin kembali lagi. Jadi, dia
masih berteriak Japanese, Japanese. Hingga sautu hari di tahun 2010 dan 2013
dia ke Jepang lagi untuk kedua dan ketiga kalinya. Apa yang dia ucapkan setiap
hari telah menjadi kenyataan. Teriakannya seperti memberi kekuatan untuk
mendapatkannya, dan kekuatan untuk bersabar. Bersabar dengan pekerjaan yang diberikan
padanya, bersabar dalam diam pada saat dijahati teman kerja, dan bersabar
dengan macetnya Jakarta yang gila dalam hujan dan terik mentari. Dengan kesabaranya
itu, dia mendapatka apa yang diimpikannya.
Dari situ aku belajar untuk tidak ragu bermimpi. Bermimpilah meskipun
sepertinya tidak mungkin ( tentu saja bagi kami saat itu tidak mungkin kalau
pergi ke Jepang dengan uang sendiri ). Lalu setelah bermimpi, afirmasilah diri
untuk mendapatkan mimpi itu, kita semua tahu bahwa kata-kata adalah doa. Jadi
doakan diri untuk mendapatkan mimpi tersebut, soal bagaimana caranya, biar
Allah yang menggunakan cara-Nya. Dan terakhir bersabar dengan proses mendapatkanya.
Sekarang, sudah dua tahun ini dia berteriak-teriak lagi, bukan Japanese...teapi
sebuah negara di eropa sana yang kecerdasan orang-orangnya begitu dia kagumi. Semoga
dengan ijin Allah dia benar akan berangkat kesana, kali ini aku harap dengan
aku tentunya hehehe...
Buat sebagian orang, cerita ini tidak spesial, ah cuma ke luar negeri
dibayarin kantor aja heboh, baru juga ke Jepang, gue doong kemana-mana wkwkwk. Tapi, aku rapopo...:)
Sidoarjo 2 Juli 2016