Langit mendung sejak petang, awan berkerumun hingga malam. Angkasa meriah oleh guntur marah. Kilat berkelebat membabat pekat.
Hatiku berdesir menyaksikan isyarat alam. Duhai Tuhan sekalian alam, gerangan inikah pertanda? Adakah bunda disana baik saja? Atau telah menyerah dalam lara?
Kutanya padanya, sang belahan jiwa, bolehkah pulang menemui ibunda. Dia katakan, jangan. Anak kita sakit, jarak terlalu jauh untuk ditempuh.
Hatiku gamang bimbang di antara dua pilihan. Mengejar masa bersama bunda atau di sini dengan buah hati.
Kusampaikan galau hati padanya, bagaimana jika usia bunda tak lama lagi. Dia berkata, bantulah ia dengan harapan terbaik, doa akan melesat cepat menuju ilahi.
Aku tertunduk kelu. Naluri berkata kuharus datang menemui bunda. Tetapi, jiwa taat pada sabda Tuhan. Patuh penuh pada titahNya, ridha istri ada pada ridha suami.
Dalam resah, aku mendesah pasrah, melantun doa terbaik untuk keselamatan bunda nun jauh di pandangan. Beriku kesempatan, beriku peluang, bersua bunda sayang, aku akan pulang....
.
Tanah merah basah, kamboja rapuh meluruh. Sepuluh jam rentang waktu antara kita, bunda. Tak dapat dibujuk maju apatah lagi mundur.
Aku pulang, bunda. Di sinilah aku, di atas tanah merah basah. Menatap pusara dengan mata sembab lembab.
Di tengah kalut, setan berebut menghasut. Seandainya kau pulang kemarin, tentu masih berjumpa bunda, ujarnya. Jika saja ikut kata nurani, kau takkan menyesal ia telah pergi. Seandainya dan seandainya....
Makam lengang, batin berperang. Bunda, engkau mungkin tengah memandang.
Untuk apa kau pulang. Bunda hanya bisa kau kenang sekarang, lagi setan mencibir. Rimbun dedaun gemerisik menyindir.
Ku terdiam bungkam. Lidah tercekat, kelu kaku. Gemuruh tanya kenapa dan kenapa dalam benak menuai anak sungai, menyimbah wajah. Aku berkelahi melawan nurani sendiri.
Lelakiku memandang sayang, menguatkan dalam genggam tangan. Tiada seorangpun menginginkan demikian, sayang, tidak juga aku. Aku meridhaimu sebab menurut padaku. Ridha Allah atasmu. Bunda tenang, senang beranakkan dirimu.
Kutergugu pilu. Duhai berat niat rasanya ujian.
Semilir angin menerbangkan sesal jengkal demi jengkal. Kuhanya sanggup meminta dalam diam: ampuni aku, bunda. Sebab kupatuh pada titahnya, lantas terlambat mengejar sisa masa. Maafkan aku bunda, lihatlah aku yang mungkin kan terkepung sesal sepanjang titian usia.
Kita akan selalu bersua, bunda. Di ruang rindu, dengan hamparan doa, dalam bangunan cinta. Kan kutepis sesak dengan doa terapal setiap jenak. Kan kupinta jannah untuk kita berjumpa kelak.
Bunda, tak terbilang rindu dan sayang untukmu. Inilah rupa renjana untukmu, bunda.
Kadang kita berpikir akan melakukan hal besar untuk mewujudkan mimpi. Punya bisnis agar bebas finansal dan waktu. Jadi manajer agar tak disuruh-suruh atasan. Segera lulus, cari kerja yang bagus, kemudian meminang anaknya Pak Agus #eaaa.
Kadang kita berpikir terlalu lama ketika akan memulai sesuatu. Terus berpikir sampai lupa esensi dari membuat mimpi itu nyata adalah dengan berbuat.
Berpikir akan hal besar yang akan kita lakukan itu bagus, tetapi melakukan apa yang telah dipikirkan itu lebih penting dari ide itu sendiri.
Berbuatlah sekecil apapun yang kamu bisa menuju mimpi, segera setelah kamu mengambil waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan. Tidak berbuat membuat kita tidak kemana-mana, tak menuju manapun dan tak menjadi siapapun.
Maka, langkah sekecil apapun selama itu menuju tujuan adalah hal besar, tetapi pikiran dan ide yang hebat selama masih di dalam benak, itu cuma angan an sich.
Jangan remehkan hal kecil. Satu kayuhan sepeda itu kecil, tetapi jika dilakukan berulang, akan sampai pada tujuan. Satu paragraf itu kecil, namun jika diteruskan akan jadi buku. Bahkan satu action menawarkan jualan, itu hal kecil, namun bila rutin melakukannya, akan menjadikanmu seorang master penjualan.
Lakukan saja, maka akan terbuka jalan lain. Tak peduli besar atau kecil, sebab yang besar awalnya dari yang kecil.
Saya telah melakukannya, ketika saya buntu ide, saya paksa menulis. Tulisan ini adalah action kecil saya menuju mimpi saya menjadi penulis, meskipun awalnya saya tak tahu akan menulis apa. Tetapi, tetap saya lakukan, dan tadaa...jadilah tulisan ini.
Kalau kamu, apa action-mu hari ini? ;)
Sudah hampir tiga tahun ini saya tinggal di Sidoarjo. Kota yang terkenal dengan oleh-oleh khasnya, kue lumpur. Ndilalah, kota ini juga terkenal karena semburan lumpur panas Lapindo yang sempat hangat diperbincangkan beberapa waktu lalu.
Sidoarjo berada diketinggian 3-10 mdpl, sehingga bisa dibayangkan betapa panas udara kota ini di siang hari. Ditambah terik matahari yang menyengat, membuat siapa pun enggan berada di luar rumah kalau tidak karena keperluan mendesak.
Mandi matahari, barangkali itu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan siang di Sidoarjo. Tak heran jika di sini jamak dijumpai pemotor yang melindungi dirinya dengan aksesoris lengkap, mulai dari kaos kaki, sarung tangan, hingga jaket dan masker. Awalnya saya agak heran dengan penampilan all out para pemotor terutama ibu-ibu yang sampai memakai kaus kaki. Hawa disini sangat panas, jika harus berjaket dan menutup seluruh tubuh, bisa makin gerah.
Tapi, dasar bandel, alih-alih mengikuti kebiasaan orang sini, saya malah cuek hanya berhelm dan kaos kaki tanpa atribut lainnya. Pikir saya, toh saya keluar sebelum jam 9 pagi, jadi masih aman.
Seiring berjalannya waktu, mulailah tampak perubahan pada tangan saya. Ia tampak menghitam di bagian pergelangan karena selalu terpapar matahari. Tidak hanya itu, kerut halus pun mulai menghiasi.
.
Nasib muka saya pun tak jauh beda. Mulai muncul flek dan kerutan yang mangganggu. Padahal sebelumnya tidak ada masalah berarti meskipun terkadang terkena matahari. Untunglah, karena tertutup helm, wajah saya tidak terlalu belang.
Pada akhirnya saya menyadari kebodohan saya. Inilah akibat mengabaikan perlindungan diri dari matahari. Sinar matahari tak hanya menyebabkan hitam, namun sinar UV A dan B-nya juga dapat menyebabkan penuaan dini, kulit terbakar dan jika terpapar terus dalam waktu lama, dapat beresiko kanker kulit.
.
Uh, baiklah, belum terlambat untuk bertobat #tsaah. Maka, segera saya pasang pelindung tangan di motor saya, membeli masker untuk wajah dan tentu saja, sunblock favorit yang dulu pernah saya pakai. Waktu dulu masih sering pakai sunblock ini, kulit terbebas dari masalah meski tanpa masker dan sarung tangan ketika terpapar matahari.
.
Setelah tiga tahun mengandalkan sunblock bawaan dari krim pelembab, kini saatnya memakai lagi sunblock secara khusus agar kulit terlindung maksimal.
.
Dari sekian merek sunblock, saya paling cocok dengan Suncare dari Ristra. Selain kandungan SPF-nya 17, teksturnya lembut dan nggak lengket ketika dioleskan ke kulit. Mudah diserap kulit dan wanginya nggak menyengat. Dilengkapi dengan pelembab, jadi nggak bikin kering dan yang paling penting, pH balanced, cocok untuk kulit. Saya pernah coba ganti dengan sunblock lain yang lebih mahal, malah terasa berminyak dan lengket. Kulit terasa panas dan perih.
.
Buat anda yang suka beraktivitas di luar ruangan, saya sarankan untuk melengkapi perlindungan kulit dengan sunblock ini. Kualitasnya bagus, tapi cukup terjangkau dengan bandrol 45 ribu rupiah untuk kemasan 40 ml. Insyaallah kulit terhindar dari hitam dan masalah lain.
Sekian review sunblock Suncare Ristranya, selamat berburu. Semoga bermanfaat.
Nek....
Bagaimana kabarmu hari ini?
Yang kudengar, bahkan seteguk air pun sulit masuk kerongkongan
Pasti haus ya, Nek?
Apalagi lapar, sudah tak lagi terasa...
Sarapan terakhirmu hanya sesendok bubur yang tak lama kemudian, keluar
Itu pun terjadi tiga hari yang lalu
Nek, padahal di sini aku menyantap apa saja yang kuingin
Minum tanpa henti
Tapi, sering alpa mengucap terimakasih pada ilahi
Nek....jantungmu masih berdenyut
Sementara tak sesuap pun makanan masuk ke lambung
Ia mencuri energi dari cadangan lemak tubuh
Itu membuatmu semakin kurus tergerus
Nek....
Sungguh durhaka jika mendoakan Engkau segera dipanggil-Nya
Lagipula, maut takkan bisa dipinta maju atau mundur barang sedetik saja
Namun, ku tak sampai hati melihatmu dalam derita berkepanjangan
seolah hidup segan, mati enggan
Nek, dalam kesadaran yang makin berkurang
Semoga engkau tetap awas dalam mengingat Tuhan
Tetap yakin lahir batin akan Laa ilaha illaLlah
Semoga sakitmu menggugurkan dosa
Semoga Allah ringankan nestapa
Smoga Allah tetapkan dirimu dalam iman islam
Hingga ujung usia
Kelak jika Allah memanggilmu Semoga Engkau dalam keadaan yang baik, di hari yang baik, dalam waktu dan tempat yang baik
Nek....
Sesungguhnya terdapat pelajaran berharga darimu
Akan arti syukur
Akan arti sehat
Akan wujud bakti orang tua
Akan ni'mat waktu luang yang sering tersiakan
Akan doa meminta husnul khatimah
Terimakasih Nek, atas semua sayang dan kebaikan serta pelajaran berharga
Nek...aku sayang padamu
Doaku tak putus untukmu
Jika setelah ini Nenek sembuh
Semoga Engkau sehat
dengan sempurna
Jika pun akan tiada
Semoga Engkau pergi dengan tenang dalam akhir yang ahsan
Nenek...dengan air mata menggenang
Aku mengenang....