FIRST LOVE STORY

Selasa, Maret 28, 2017



                                         www.archivecontsantcontact.com

“Sst, gimana? Dia jawab apa?”
Putri menatapku dengan pandangan yang tak kumengerti. Agak lama sampai aku merasa ia terlalu lama mengulur waktu.
“Kayanya bukan berita baik, ya?” kumenebak.
Putri meringis. Matanya masih menatapku, kali ini terlihat empatik.
“Sayangnya, iya.” jawabnya enggan. Sinar mataku meredup mendengar jawaban pasti dari sahabatku di SMP N 1 ini. Dunia serasa berhenti berputar, rasanya aku baru saja dijatuhkan dari lantai empat gedung sekolah ini.
Putri meraih tanganku, ia mencoba berempati dengan yang kurasakan. Tentu saja, ia tahu bahawa aku mengharap kabar baik tentang seseorang yang kutaksir sejak duduk di kelas dua SMP. Seseorang yang kuyakin dia pun menyukaiku.
“Apa katanya?” tanyaku lemas.
“Katanya, dia sudah punya pacar. Bahkan dia menuliskan nama pacarnya di baju seragamnya.” Putri menjelaskan.
Sudah kuduga. Jawaban semacam itulah yang akan kudengar. Meski demikian, aku tak dapat menutupi kecewaku. Bagaimana bisa, cowok yang selalu bersitatap di setiap kesempatan mencuri pandang di kelas bisa menjawab seperti itu. Aku yakin betul bahwa yang dia kirimkan lewat binar matanya adalah cinta. Tapi, apa yang kudengar baru saja meruntuhkan perkiraanku terhadapnya. Huh, ternyata, aku hanya seorang yang terlalu geer.
“Itu berarti, dia sangat mencintai pacarnya, kan?” tanyaku.
“Bisa jadi...”
Aku menelan ludah.
“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya teman sebangkuku itu.
“Entahlah...” jawabku sambil berusaha tersenyum. Mungkin, aku akan melupakannya, atau mungkin aku akan menerima cinta dari cowok yang pernah mengirimiku surat dan menyatakan cintanya? Hemm...agaknya semuanya cukup menarik untuk membuat sakit hati ini terlampiaskan. Tetapi, untuk saat ini, aku hanya ingin sebatang coklat untuk membuat moodku lebih baik.
            ##
            Pelajaran kosong adalah saat  yang paling dinanti oleh seluruh siswa di kelasku. Kami bisa menyanyi, bercanda, baca komik, atau jajan ke kantin di jam kosong. Dulu, aku menyukai jam kosong karena bisa dengan leluasa mencuri pandang pada Ari, teman sekelasku yang tinggi dan ganteng itu. Yang lebih menggembirakan lagi, dia pun membalas tatapanku dengan pandangan yang kuartikan sebagai suka.
 Sayangnya, anggapanku sepanjang kelas dua SMP itu ternyata semu. Ketika naik ke kelas tiga dan kembali satu kelas dengannya, Putri yang kuutus untuk bertanya tentang apakah dia punya pacar atau tidak, ternyata membawa kabar buruk. Ari sudah punya pacar.
Ya, aku kecewa dan sedih, tapi pantang bagiku larut dalam kecewa. Jadi, kuputuskan untuk membuang rasa malu pada Ari dan menjadikannya teman yang asyik. Meski kikuk pada awalnya karena aku tak pernah sekalipun bicara dengan Ari sebelumnya. Hanya mata kami yang selalu bertemu, tapi tak pernah sekalipun bicara.
            “Jadi, kamu juga punya pacar?”
            Ari, cowok yang kutaksir itu, bertanya dengan mimik serius di jam kosong hari itu. Aku mencoba menetralkan hati saat menatap mata coklatnya. Hanya ingin menegaskan padanya bahwa ya, aku punya pacar, dan itu artinya aku tidak mencintai dia seperti yang dikiranya.
Aku mengangguk pasti. Mataku tak lepas mengawasi air mukanya, aku ingin tahu bagaimana reaksinya. Ari terdiam beberapa detik, keningnya berkerut, dia tampak tak percaya. Entah kenapa, kumerasa puas. Seperti telah membalaskan sakit hati padanya.
“Anak mana?” tanyanya dengan wajah datar.
“Rahasia dong?!” balasku sambil tersenyum puas. Kamu tidak berhak membuatku patah hati, batinku. Kamu dengar? Sekarang aku pun punya pacar.
Dia tersenyum masam. Dapat kulihat ada kecewa di matanya. Tapi, kecewa karena apa? Dia kan sudah punya pacar, artinya dia tidak menyukaiku. Tapi, senyum masam dan sikapnya yang tiba-tiba pendiam itu? Aku bergelut dengan batinku sendiri.
##
Bagaimana perasaanmu jika berada di kamar pacar dari orang yang kamu sukai? Mungkin sebagian orang akan berpikir itu ide gila. Tetapi, faktanya, di sinilah aku sekarang. Di kamar Tery, pacar Ari.
Aku harus berterimakasih pada Putri yang pandai menguak info dari Ari tentang Tery yang beda sekolah dengan kami. Dari informasi tersebut, aku mengirim surat perkenalan dan tadaa...kini aku berteman baik. Yah, sifatku yang supel membuatku mudah berteman dengan cepat dan akrab dengan siapa saja, dan Tery dengan mudah menerimaku sebagai...sahabat pena. Tentu saja, karena pacarnya satu sekolah denganku. Bukankah itu menguntungkan untuknya? Ia bisa menggunakanku sebagai mata-mata.
Lalu apa untungnya buatku? Entahlah, hanya itu ide yang terpikir saat aku patah hati. Mendekati dua orang yang saling mengklaim diri sebagai kekasih dan menjadikan mereka sahabat. Kemudian, aku bisa mencari tahu fakta sebenarnya tentang mereka. Licik? Atau jenius? Oh, jangan sebut aku jahat, aku hanya seorang yang patah hati. Kamu tidak tahu bagaimana kuatnya dorongan broken heart membuat seseorang berbuat nekat. Yang kulakukan belum seberapa kan, dibanding dengan orang lain yang tega menyakiti karena patah hati?
Tenang saja, aku tidak akan menghancurkan hubungan mereka, meskipun aku selalu cemburu bila Tery dengan berbinarnya menceritakan tentang Ari. Malangnya, Tery suka sekali bicara, sehingga aku harus sabar mendengar semua kisah manis yang terdengar seperti berita kematian.
Kau tahu apa yang kupikirkan saat mendengar dia bercerita? Aku memikirkan bagaimana bisa Ari jatuh cinta dan menobatkan dia sebagai kekasih. Ia tak terlalu cantik, ia jelas tak setinggi Ari, dan kurasa prestasinya tak melebihiku yang selalu juara kelas. Tapi kenapa? Cinta memang buta, kan?
Tetapi, kekuatan cinta memang dahsyat. Aku bersabar setahun lamanya menjadi kambing congek yang setia untuk sahabat penaku dan berpura-pura tak ada perasaan apa-apa saat bersama Ari. Hingga akhirnya penderitaan itu berakhir ketika kelulusan tiba.
Tak ada lagi yang harus tersisa, bersama selesainya masa sekolah  di SMP ini, aku bertekat mengakhiri kisah cinta monyet yang membuatku terkungkung bersama dua orang yang membuatku menjadi orang lain.
Tapi, tunggu dulu, aku akan ceritakan satu part yang paling penting. Part di saat aku dengan berani menyatakan cintaku pada Ari. Meskipun sebenarnya cinta itu sudah memudar, dan aku pun telah menjalin persahabatan tulus dengan kedua kekasih itu. Tetapi, aku ingin Ari tahu bahwa aku pernah menyukainya, bahwa setiap curi pandang itu bermuatan dan penuh getar cinta. Meskipun dia mengelaknya, tetapi aku bukan pengecut yang menafikan isi hati sendiri. Kau tahu apa reaksinya? Dia diam tak menjawab, hanya tersenyum kaget...
Tapi, tak mengapa....
##
Lima tahun kemudian....
“Si Ari kemaren ke rumah, tau! Dia nyari kamu.” tutur adikku dengan semangat. Ia menggodaku habis-habisan karenanya.
“Mau ngapain?” tanyaku penasaran.
“Ngga bilang, sih. Tapi, dia ganteng sekali...”
Aku tersenyum geli. Yah, mungkin dia akan memberitahuku jawaban atas pernyataan cintaku padanya. Tetapi, sayangnya, sudah terlambat. Tak kutemukan lagi cinta yang tersisa untuknya. Semua sudah berakhir, seperti cerita ini. Berakhir sampai di sini.
Sekarang kusadari, semua itu bukanlah cinta. Sebab aku telah temukan cinta yang sebenarnya dalam pernikahan yang bahagia...Insyaallah, hingga menutup mata.


I


You Might Also Like

6 komentar