NOW AND FOREVER
Jumat, Februari 10, 2017
Dear ayah...
Meski merasa canggung, tapi ini
harus dilakukan. Jadi, aku beranikan menulis surat ini untukmu. Walaupun,
sungguh tidak semudah menulis cerpen dengan imajinasi. Semoga dirimu berkenan
meluangkan waktu untuk membaca isi hati terdalamku. Ini tentang... mengapa aku
mencintaimu...
Apa yang harus aku katakan? Jika
selembar daun yang gugur pun adalah kehendak Tuhan, maka apalah lagi kehadiranmu
dalam hidupku sejak tiga belas tahun silam. Semua karena kehendak-Nya, semua
atas skenario-Nya. Sejak pertama bertemu hingga kini terpisah jarak karena
tugas, telah begitu banyak peristiwa, beragam kisah, beribu rasa, dan aneka
rupa kejadian kita alami bersama. Tak kupungkiri, sebagian besar indah
menyenangkan. Namun, kuakui, tak selalu indah. Adakalanya diwarnai sedih, tangis,
marah, emosi, kesal, juga kecewa. Tetapi, itulah hidup bukan? Alhamdulillah,
seperti yang Tuhan janjikan, betapapun jutaan rasa melingkupi kita, ada satu
rasa yang paling mudah kita kenali. Ketenangan. Aku damai bersamamu, engkau ( kuharap
) tenang di sisiku.
Sebagaimana diriku yang tak
sempurna, begitupun dirimu. Tetapi, kebaikanmu begitu banyak sampai-sampai aku
rasa begitu beruntung memiliki dirimu di sepanjang usiaku. Dirimu yang memikul
tanggung jawab sebagai mujahid nafkah, selalu memastikan bahwa keluargamu tak
kekurangan makan, sandang, papan. Bekerja dengan sabar dan serius hingga rela
menggadaikan waktu tidur, menempuh bermil-mil jarak demi kesejahteraan hidup.
Hingga, kadang rela kau makan paling akhir dengan piring bekas anak istrimu. Menahan
diri untuk tidak memakan jatahmu demi kepuasan anak istri. Sungguh, aku kadang
merasa, apakah aku terlalu? Apakah aku masak kurang banyak sehingga dirimu tak
mau makan sebab khawatir kami kekurangan?
Dirimu yang amat besar pedulinya
pada kesehatan kami, tak segan mengambilkan minum untuk langsung disodorkan
pada kami, demi kesehatan ginjal-ginjal kami. Membeli minuman-makanan hanya
yang bermanfaat untuk kesehatan badan. Agaknya, keseringan berinteraksi dengan
dunia rumah sakit membuatmu merasa harus menjaga kami dengan sebaiknya.
Dirimu yang jenaka, suka melucu
dan tergelak, tak sungkan bermain dengan anak-anak, meski kantuk lelah mendera.
Bercerita apa saja dengan ekspresif, menjelaskan dengan antusias, berbagi kisah
dengan semangat. Kecerdasan, keluasan wawasan, dan kuatnya daya ingat adalah kelebihan
yang sangat kukagumi sejak pertama mengenalmu. Dirimu pintar, kesan pertama dan
selalu tentangmu.
Engkau yang ringan tangan
membantu pekerjaanku, tak malu membeli sayur mayur, tak gengsi menenteng sampah,
amat suka menyapu, tak segan mengurus keperluan anak-anak.
Duh, bukankah tak semua lelaki
mampu bersikap begitu? Maka, sungguh amat beruntung diriku.
Kau selalu inginkan kenyamanan,
untuk siapapun, sehingga engkau membuat trik khusus agar sabuk pengaman mobil
pun tak membuatku sesak napas. Atau menyusunkan bantal agar leherku tak sakit
kala menyusui si kecil.
Dirimu yang sabar dan
pengertian, meski kadang di pagi hari belum siap sarapan, bahkan kadang malah
makan omelan. Engkau hanya diam...menunggu hingga makanan dihidangkan, atau
engkau yang tergerak menyiapkan.
Engkau yang tak suka membuang makanan,
memilih menghabiskan sisa makanan agar tak berakhir di tempat sampah untuk
kuman-kuman. Padahal kadang, makanan itu sudah tak enak bagi sebagian besar
orang. Tentu saja, meminta menu yang berbeda setiap kali makan, bukanlah
kebiasaan. Engkau tak menyusahkan dalam memilih menu makanan, apa yang
kuhidangkan, pasti kau makan.
Lihatlah, betapa banyak kebaikan
yang kau berikan padaku dan anak-anak. Bahkan kau pun sabar menerimaku yang tak
secantik gadis Jepang. Masih banyak, hanya mungkin aku tak nampak. Sungguh, aku
merindukanmu ketika engkau pergi untuk sementara waktu.
Kini, ijinkan aku meminta maaf
karena belum juga menjadi istri yang bisa kau banggakan, istri terbaik yang
menyenangkan ketika dipandang, yang selalu patuh ketika disuruh. Ijinkan aku
ucapkan terimakasih dan jazaakallah khairan katsira atas semua kebaikanmu. Dan
tentu saja biarkan aku berkata dengan lantang kepada dunia bahwa: AKU MENCINTAIMU,
KEMARIN, KINI, ESOK, DAN SELAMANYA, INSYAALLAH.
Hanya ini yang sanggup kuungkapkan, Allah tahu, masih banyak yang belum terucap, namun bukankah cinta itu soal rasa, bukan hanya kata?
With love
Bunda
dibuat untuk memenuhi tugas IIP...
#NHW 3 IIP
dibuat untuk memenuhi tugas IIP...
#NHW 3 IIP
9 komentar
Jadi inget bapak...hiks hiks
BalasHapusBapak maksudnya PakSu mbak wid? :)
HapusCinta pada pasangan memang tak selalu harus diucapkan. Yang terpenting adalah mempertahankan, saling memahami, pengertian dan ikhlas menerima.
BalasHapus#selfreminder
Betul mbak nova...tksh sdh mampir :)
HapusWow...
BalasHapusIni Baper tingkat dewa mbak MAB....
Good job!
Teruslah betkarya
Iyaa baper nulisnya juga...tksh kang fery kunjunganya :)
HapusBeda ya surat cinta yg udah halal sama belum wkwkwk semoga langgeng ya bun sama paksu-nya...
BalasHapusBeda ya surat cinta yg udah halal sama belum wkwkwk semoga langgeng ya bun sama paksu-nya...
BalasHapusAamiin makasih mba nazifah :)
Hapus