Selasa, Oktober 04, 2016

                                                                    POTRET

“ Psst...psst!  anak lelaki itu berbisik pelan di samping sebuah jendela kamar. Sesekali matanya melirik ke arah pintu depan rumah yang tertutup.
“ Alea, psst!”
Gadis yang dipanggil Alea itu meghentikan bacaannya. Beringsut dicarinya sumber suara. Ditolehkannya kepalanya ke seluruh ruangan. Nihil.
“ Alea, ini aku! “ Rayhan memekik pelan dari balik jendela.
Gadis berambut sebahu itu berjalan menuju jendela kamarnya. Dilihatnya sang kakak berdiri takut-takut. Wajah gadis itu berubah gusar begitu melihat abangnya.
“ Dari mana saja kamu?!” Tanyanya dengan teriak yang tertahan. Ia menoleh ke arah pintu kamarnya, kuatir Ayah akan mendengarnya. “ Kamu membuatku dihujani makian Ayah. Bukan itu saja, sekarang aku dikurung disini.” Lanjutnya dengan mata mendelik.
“ Buka jendelanya dulu! Aku harus ke kamar mandi...”
“ Kamu gila? Kalau tahu Ayah akan semakin murka.”
“ Buka saja dulu, cepaaat!” Perintahnya sambil menahan kencing.
Setengah terpaksa Alea membukakan jendela. Rayhan bergegas  melompati jendela kemudian berlari menuju kamar mandi pribadi Alea.
.
Sepuluh menit kemudian anak SMP kelas delapan itu selesai dengan urusannya. Alea menunggunya sambil duduk bersedekap. Air mukanya tak senang.
“ Sekarang aku lapar. Ambilkan makanan, dong!” Rajuknya dengan muka memelas.
Alea mendelik. “ Kamu membuatku dihukum, padahal nilai rapotku bagus. Bagus sekali idemu menghilang sejak pagi, kamu sudah tahu kamu akan dihabisi.”
Rayhan tersenyum sinis. “ Jangankan nilai rapot yang jelek, tak sengaja menumpahkan air pun kita dimaki.” Anak lelaki itu menjatuhkan tubuhnya di kasur yang empuk. 
“ Lihat  dirimu! Kamu belajar mati-matian untuk membuat mereka senang dengan prestasimu, tapi apa yang kamu dapat? Ayah selalu bisa menemukan kekuranganmu...”
Mata gadis itu tajam menghujam, wajahnya memerah, bibirnya makin mengerucut.
“ Setidaknya permintaanku selalu dipenuhi.” Kilahnya ketus.
Rayhan terkekeh. “ Itu karena rengekanmu terlalu memekakkan telinga.”
“ Kamu tidak hanya bodoh, tapi juga menyebalkan! Pergi dari kamarku !”
Alea bangkit dari duduknya. Pandanganya lurus tajam menatap Rayhan, telunjuknya mengarah ke luar jendela.
“ Sekarang bahkan gayamu sudah sama seperti Ayah.”
“ Keluaaar!” Teriak Alea tertahan.
Rayhan bangkit. “ Aku memang akan pergi lagi, jangan kuatir. “ Sejurus kemudian anak lelaki itu melompat keluar melaiui jendela.
Alea mematung. Nafasnya menderu menahan kesal, matanya kosong menatap lantai di depannya. Dia benci mengakui bahwa kata-kata kakaknya itu benar.

Sidoarjo, 4 Oktober 2016



You Might Also Like

11 komentar

  1. Imajinasinya udah bagus, tapi ko aku muter" ya mba hihi kayanya aku yg kurang ilmunya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. makassih mbak dian sudah berkunjung, kasih masukan mbak bagian mana yang bikin muter-muter hihihii...:)

      Hapus
  2. Balasan
    1. terimakasih mbak wiwid, semoga esok bisa lebih baik hehe..;)

      Hapus
  3. Mantab nih imajinasinya... hayuk sama2 belajar EBI, dan diksi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siapp mbak Vinny :) masih miskin diksi memang wkwkwk

      Hapus
  4. Udah bagus gaya bercerita nya, tinggal mematangkan konflik. Good job

    BalasHapus
  5. Udah bagus gaya bercerita nya, tinggal mematangkan konflik. Good job

    BalasHapus
  6. keren mbak. Diriku masih belum bisa nulis fiksi nih. Semangat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kata orang alah bisa karena biasa, saya juga belum bisa banget mbak, tapi suka aja gitu nulisnya:) mbak pasti bisaa!

      Hapus