Resensi Buku Nostalgia Biru

Minggu, April 08, 2018


Judul: Nostalgia Biru
Pengarang: Heru Sang Amurwabhumi dkk (Komunitas One Day One Post Batch 3)
Penerbit: Embrio Publisher
Ketebalan: 176 halaman (14×20cm)
Tahun terbit: 2018
Edisi: Pertama
Editor: Mabruroh Qosim, Dita Dyah

Buku antologi Nostalgia Biru adalah buku yang ditulis oleh para penulis dari komunitas One Day One Post (ODOP) Batch 3. Komunitas ODOP merupakan wadah yang memfasilitasi para penulis baik pemula maupun senior yang ingin konsisten menulis setiap hari. Aktivitas komunitas tersebut selain menulis juga mempelajari ilmu menulis dasar baik fiksi maupun non fiksi secara cuma-cuma.

Buku ini berisi dua belas cerita yang sebagian besar bertema reuni dan beberapa yang lain bertema cinta. Ada juga cerpen dengan tema isu sosial dan religi. Pemilihan judul "Nostalgia Biru" agaknya merujuk kepada tema reuni yang kental dalam buku ini. Karena reuni dan nostalgia merupakan hal yang tak terpisahkan. Seringkali nostalgia menghadirkan kesan haru yang biru. Kesan dari judul tersebut benar-benar terbukti dalam cerpen-cerpen yang disajikan di buku ini.

Sebagai pembuka, cerpen "Memoar Kubah Langgar" menyuguhkan cerita yang sangat memikat dengan latar belakang sejarah penumpasan G30S PKI. Meski cerita utamanya adalah tentang penumpasan orang-orang yang dianggap terlibat gerakan terlarang tersebut, namun kisah cinta antara Sundari dan Tedjo menjadi bumbu yang membuat emosi teraduk-aduk.

Cerita "Pertemuan-pertemuan di Suatu Malam" mengisahkan fenomena yang masih menjadi problematika utama negeri ini yaitu korupsi yang disajikan dengan analogi yang apik.

Dalam cerita ketiga "Hikmah" kita diajak menemukan hikmah dari kejadian yang kerap kita temui sehari-hari.

Tema reuni mulai kental terasa sejak cerpen keempat dan seterusnya meskipun beberapa memang masih berbumbu cinta. Aneka ragam kisah reuni dipaparkan dengan gaya cerita khas penulisnya. Ada kisah cinta-dendam dalam cerita "Sebuah Pilihan", berkisah tentang Fandi yang terpaksa menyimpan cintanya karena ternyata wanita yang dicintainya adalah anak dari teman ayahnya yang pernah punya konflik di masa lalu.

Ada kekecewaan reuni yang dialami oleh Minah dan Safrudin dalam "Setelah Reuni". Juga bumbu cinta lama belum kelar yang berujung pada kesadaran akan hakikat cinta yang tulus dalam cerpen "Misteri Cinta". Kesadaran yang sama dirasakan oleh Lulu dalam "Cinta Lulu".

Ada yang menarik dalam Reuni Biru karya Hikmah Ali dimana ia mendefinisikan reuni dalam sekup yang lebih sempit yaitu pertemuan antar anggota keluarga, namun kejutan di akhir cerita membuat makna reuni menjadi makin mengaduk emosi.

Kisah reuni yang dituturkan Ane Fariz dalam "Reuni" awalnya terkesan klise namun lagi-lagi ending twist yang tak terduga membuat cerpen tersebut jadi menarik dan menyunggingkan senyum.

Sebagai buku pertama yang ditulis oleh para penulis pemula, buku ini cukup apik memaparkan cerita sesuai gaya khas masing-masing penulisnya. Tema yang diangkat pun merupakan tema yang lekat dengan keseharian masyarakat pada umumnya. Buku ini menjadi semacam refleksi akan kejadian sehari-hari sehingga kita dapat lebih mensyukuri yang kita punya saat ini.

Buku ini menjadi pilihan yang pas untuk Anda yang ingin menghadiri reuni agar dapat memandang peristiwa reuni lebih dari sekadar pertemuan dengan kawan lama. Sebab, setiap reuni memiliki nostalgia dan setiap nostalgia menghadirkan birunya sendiri.
Sayangnya, masih ditemukan kesalahan ejaan dan tanda baca. Juga kesalahan dalam lay out, yaitu dalam cerpen "Misteri Cinta", ada paragraf yang acak-acakan. Meskipun tidak mengurangi esensi cerita namun menyebabkan kurang nyaman dibaca.

Namun, sebagai buku pertama dari para penulis pemula, buku ini layak mendapatkan apresiasi karena kualitas isi tulisan, cetakan dan cover sudah cukup baik.

Akhirnya, sebelum anda datang ke acara reuni, anda wajib membaca buku ini. Selamat bernostalgia!

You Might Also Like

0 komentar