KOPI PAHIT KENANGAN
Kamis, Maret 23, 2017
Pagi masih dingin ketika kutangkap
sosokmu yang terbalut dress pink selutut bermotif bunga. Rambutmu yang telah
berganti warna coklat tua digerai lepas, dibiarkan tertiup angin nakal. Sepatu hak
tinggi menopang kaki jenjangmu dengan sempurna, membuat postur semampaimu
terlihat makin menawan. Aku terpaku berapa jenak lamanya.
Aku menghirup aroma kopiku. Tapi, yang kuhidu adalah aromamu. Wangi seolah
menguar dari setiap sibakan rambutmu. Dengan wajah dipoles make up, kamu
benar-benar berhasil bertransformasi menjadi wanita menawan. Bahkan, kamu
membuatku terpana kembali, seperti lima tahun yang lalu.
Kamu duduk menekuri layar handphone dengan khusyuk. Sesekali bibirmu
mengumbar senyum, kemudian jemari menari di atas layar. Kurasa, kamu sedang
asyik chatting dengan seseorang yang spesial yang mampu mengukir senyum di
wajahmu yang manis. Aku meneguk ludah, pahit. Padahal bahkan kopi hitamku belum
kuteguk barang setetes pun.
“Jangan diliatin melulu, kalau suka samperin aja.” Bu Warung menggoda
sambil mengerling.
Aku terhenyak. Hanya membalasnya dengan senyum masam. Batinku bicara: seandainya
orang tahu, bagaimana sebenarnya kamu di dalam rumah. Benar-benar kamuflase
yang indah.
“Sekarang dia kerja, Mas. Setiap hari dijemput calonnya di perempatan
situ, terus pergi kerja sama-sama.”
Aku menyesap kopiku yang masih panas. Sama seperti hatiku yang memanas
mendengar kamu telah bersama orang lain. Hei, kenapa? Bukankah itu hakmu untuk
bersama dengan siapa saja yang kamu sukai? Otakku menerjemahkan panas yang
merambah hati sebagai cemburu. Bah!
Dasar konyol! Aku cemburu karena apa? Meski sempat terpaku beberapa menit
lamanya ketika melihatmu, tak berarti bunga cinta yang telah layu itu kini
tiba-tiba berseri lagi. Setelah berjuang panjang melawan gejolak batin akan
perpisahan, tak mungkin aku akan merubah keputusan dalam hitungan menit. Hanya karena
melihatmu begitu menarik.
Mungkin aku cemburu pada sikapmu. Atau lebih tepatnya menyesal?
Aku menyesal, mengapa tidak dengan penampilan seperti ini, ketika dirimu
bersamaku. Padahal kau cantik, sangat cantik dan menarik bila kau mau
berdandan. Tetapi, kamu begitu suka menata dan membersihkan rumah, hingga abai
pada penampilan. Kau lupa bahwa aku lelaki normal, bergelut dengan nasib di
jalanan, maka ketika pulang, aku inginkan kau berdandan agar aku kerasan.
Bertahun lamanya sejak kau menjadi istriku, kamu memakai baju rumah yang
itu-itu saja hingga berlubang. Membiarkan wajah cantikmu alami tanpa perawatan
apalagi polesan. Menggelung rambutmu dengan alasan kegerahan. Berjibaku dengan
pekerjaan rumah yang merenggut waktu untuk berduaan. Padahal, aku tak masalah
jika rumah sedikit berantakan. Asal kau selalu ada untukku berkasih sayang. Namun,
nasihatku tak juga kau indahkan. Hingga aku tak lagi tahan dan memilih
perpisahan. Hingga akhirnya, status pernikahan kita pun berubah menjadi mantan.
Pagi masih dingin, ketika kutangkap sosokmu bercengkrama mesra dengan
lelaki yang menjemputmu. Aku menyeruput kopiku, meski pahit, aku merasa lebih
baik. Semoga lelaki itu beruntung mendapatimu selalu seperti pagi ini di dalam
rumahnya. Semoga.
14 komentar
Ehem ... Jadi sang mantan lebih cantik nih setelah tak lagi bersama? Ahh ... Perempuan. Sering abai dan lupa bahwa gincu dan parfum lebih layak untuk suaminya.
BalasHapusNice story, mbak Mab 👍😊
iya umumnya gitu, menganggap sudah biasa. terimakasih mbak nova visitnya :)
HapusCeritanya laki laki itu mntannya mbak ya??? Kok sebelumnya udah prnah nikah, trus cerai... Hehe
BalasHapusiya mas, si perempuan adalah mantan istrinya hehe
HapusCeritanya laki laki itu mntannya mbak ya??? Kok sebelumnya udah prnah nikah, trus cerai... Hehe
BalasHapusTrue story kah bun?
BalasHapusMantap jiwa cerita nya 😁
hehehe...inspired by true story
HapusKeren
BalasHapushemm entahlah mba wid, makasiih mbak :)
HapusOoh ini toh...
BalasHapusBila sudah tiada memang baru terasa
Good job mbak!
kata bang haji rhoma gitu ya? :)thx kang fery
HapusMbak maaaab.. Aku pisan eta mah. Maapkan umi bi, umi tara dangdos di bumi
BalasHapusKyaakkkk syukur saya jualan parfum jadi selalu wangi di rumah insya Allah. #eh ahahhahaah
BalasHapusEmang bener ya kata orang, sesuatu yang sudah dimiliki orang lain (Baca:mantan) itu lebih menarik *eeh wkwk
BalasHapus