MOCI TEGAL LAKA LAKA

Selasa, Mei 30, 2017

                       www.zahracollection08.blogspot.com

             Pernah dengar istilah moci? Istilah ini sangat familiar di kota kelahiran saya, Tegal. Moci artinya minum seduhan daun teh yang disarikan dalam teko (poci) yang terbuat dari tanah liat. Dalam keadaan panas, air teh dituang ke dalam cangkir tanah liat yang telah diisi dengan gula batu sebagai pengganti gula pasir. Rasanya? Hmm...jangan ditanya, sebaiknya rasakan sendiri. Perpaduan air teh panas yang menebar aroma wangi bunga melati dengan manis gula batu yang khas menghasilkan sesuatu yang disebut wasgitel (wangi, panas, legi, kentel).

Tegal dan Slawi (kabupaten Tegal), sejak dulu terkenal sebagai penghasil teh yang enak. Sebut saja merek terkenal Sosro dan Tong Tji, keduanya produksi perusahaan teh di Tegal. Ada pula merek Poci, Gopek, Dua Tang dll. Pasti anda tak asing dengan merek-merek tersebut, kan?

Sewaktu kecil dahulu, sekira umur tujuh tahunan, pabrik-pabrik teh ini sering mengirim “tim marketing” yang terdiri dari orang-orang yang “unik” untuk mempromosikan teh mereka. Unik karena pada umumnya mereka bertubuh sangat mungil alias –maaf- cebol (cepot) atau malah sangat jangkung seperti gendir (galah).

Mereka biasanya terdiri dari tiga hingga lima orang, datang dengan mobil carry, turun di perkampungan, kemudian dengan toa di tangan mulai menarik perhatian masyarakat. Ada yang menyanyi, menari, dan ada juga yang membagikan sampel teh. Biasanya cara ini manjur untuk menghasilkan pembelian secara masif dari masyarakat. Lain waktu, akan datang lagi serombongan tim cepot/jangkung dari pabrik teh yang lain. Sepanjang yang saya ingat, cukup sering juga mereka datang menyambangi kami untuk berpromosi.

Bagi kami yang hidup terpencil di kaki Gunung Slamet, kedatangan mereka adalah hiburan tersendiri. Anak anak berkeliling menikmati sajian hiburan dari manusia unik yang tidak pernah mereka lihat sehari-hari. Ibu-ibu terpikat wangi dan sepet teh yang menggoda. Bapak-bapak manyun karena uangnya diminta si ibu untuk beli teh :D. Oleh karenanya, kedatangan mereka selalu dinanti.

Ngeteh adalah lifestyle di kampung saya, kalau tidak bisa dikatakan ritual di Tegal. Makanya, sebagai orang Tegal, tidak lengkap kalau tidak ngeteh. Minum teh adalah rutinitas saya sebelum memulai hari. Secangkir cukup, kalau lagi kalap bisa dua-tiga cangkir. Ditambah gula pasir secukupnya, nikmatnya teh Tegal bisa sedikit mengobati kangen pada kampung halaman. Kalau lagi khilaf, saya bisa langsung makan daun tehnya langsung tanpa diseduh. Kok bisa? Ya, namanya juga khilaf, semua bisa terjadi, kan? Hehehe....

Selamat menikmati teh Tegal yang laka-laka. Selamat kalap dicandu teh Tegal :)

You Might Also Like

3 komentar

  1. hhii...
    ati2 klo kalap pocinya ikutan dimakan lg, eh

    BalasHapus
  2. Membayangkan teh yang diseduh dalam poci lantas dituang dalam cangkir, yang sudah ada gula batunya, hmmm ... What a wonderful life ya mbak Mab :)

    BalasHapus