CINTA SEJATI
Jumat, April 07, 2017
Ia duduk
dengan wajah mendung. Ada sisa air mata yang telah kering, juga isak tertahan. Hampir
selalu seperti ini setiap senja, ketika tubuh tengah menuntut hak untuk
istirahat.
Kutarik
napas panjang, bersiap akan memutar ceramah yang sama seperti kemarin dari
mulutku. Dia kekasihku, takkan mungkin aku berangkat tidur dalam lautan
kemarahannya.
“Maafkan aku, Sayang...” bujukku
mencoba meluluhkan hatinya.
“Aku bosan mendengarmu meminta
maaf.” tukasnya kasar.
“Lantas, aku harus gimana?”
kucoba merendahkan suara.
“Berhenti memukuliku!” teriaknya
dengan suara serak.
Aku
terdiam beberapa jenak. Selalu hal itu yang dia persoalkan. Aku sangat
menyayanginya, tetapi tak bisa menahan diri untuk tidak memukulinya. Padahal,
ia tak melakukan kesalahan. Justru, kesakitannya begitu menggairahkan. Aku pun
tak tahu mengapa cinta bisa berwujud sedemikian membingungkan.
“Aku sayang...aku cinta padamu,
kamu harus tahu itu...”
“Mana yang harus aku percaya,
ucapan atau perbuatanmu?”
Aku
tercenung. Dia tak salah, tetapi sungguh sulit mengendalikan tanganku dari
perbuatan bodoh padanya. Padahal, ia telah ratusan kali memohon agar aku
menghentikan kekerasan.
“Maafkan aku, Sayang. Aku mungkin
kejam padamu, tapi kamu jangan lupa, aku tetap bersamamu di tengah godaan yang
lain, aku membawamu mengenal dunia luar. Jika aku tak mengajakmu keluar, kau
sudah mati karena bosan di ruangan ini.”
Kekasihku tak
bisa apa-apa tanpaku. Dia tak punya kaki, tak bertangan sejak lahir. Hidup denganku
yang mau menerima ia apa adanya adalah anugerah untuknya. Meskipun, tentu saja
aku tidak sedang membenarkan perbuatanku.
“Apakah
aku harus membalas budi dengan pukulan
di wajahku setiap hari?”
“Sayang...”
kuelus punggungnya yang licin bersinar,” justru aku berbuat sangat adil padamu,
menempatkanmu pada kodratmu. Sebab, jika tidak, kamu bukan siapa-siapa. Tanpaku
kamu tak berguna.”
“Sungguh
malang nasibku, aku dipukuli setiap hari oleh orang yang kusayang dan aku harus
menerima itu sebagai kodrat. Cinta macam apa ini, Kang?”
“Kamu pikir
aku senang melakukannya?”
“Tentu saja! Kamu
menyanyi, bahkan menari saat memukulku, kamu menikmati setiap kesakitan yang
kuderita!”
Air matanya
mengalir lagi. Aku berusaha tetap tenang dan berpikir jernih. Ia kekasihku,
sudah seharusnya aku mendengarkan dengan empati.
“Aku sudah tak
tahan lagi, carilah yang lain yang bisa kau sakiti sesukamu. Biarkan aku pergi
dan istirahat dengan tenang. Aku sudah lelah....”
“Jangan katakan
itu, aku tak mungkin hidup tanpamu.” pintaku memelas. Aku memang kejam, tapi
sungguh aku takkan sanggup tanpanya. Ia telah bersama dan mengisi hariku selama
puluhan tahun.
“Kau hanya
merayu supaya aku tak pergi.” tukasnya cepat.
“Aku berkata
sebenarnya. Aku takkan bisa berganti kekasih sebab aku tak pandai memainkan
mereka sebagaimana aku piawai memainkanmu. Kamu kekasihku, Ndang, sekarang dan
selamanya.”
Aku memeluknya,
membenamkanya dalam dalam gemuruh rasa di dada. Ia menangis semakin keras.
“Tanpa
kupukul, kau hanya selembar kulit bundar yang dipaku pada sebuah tabung. Tapi bila
kumainkan dirimu, kau menjadi sesuatu yang mampu mengubah perasaan manusia. Yang
sedih menjadi ceria, yang gembira semakin bersemangat. Kamu begitu berguna,
Ndang...”
Kuseka air
mata di pipinya, sebentuk senyum terbit meski samar.
“Jadi, besok
kita kan mengamen lagi?”
Ia mengangguk
lemah. Kuciumi ia dengan rasa yang campur aduk. Cinta adalah tentang
menempatkan kekasih pada fungsinya, sesuai kodratnya, meski itu menyakitkan. Bukankah
begitu?
12 komentar
Iyaaa ... kurang lebih begitu mba maaab ... hadududuh cinta memang luar biasa
BalasHapushehehe, begitulah...makasiih mba antik :)
HapusDahsyat,jebakannya sudah semakin sempurna, mencoba mempersonifikasikan gendang dengan baik sekali. Tapi tolong setiap dialog di paragraf baru diberi alinea supaya nyaman dibacanya
BalasHapuswaah dikomen angkel, makasiih. btw sudah sy coba edit dipisahkan paragrafnya tapi tetep aja tampilanya gitu. kenapa ini kenapa ....
HapusMb mab klo nulis langsung di blog apa di words dulu? Klo di words setting di paragraph After 8 atau 10 pt, klo di blog enter aja satu atau dua Kali Mb.
HapusCerpennya keren..matsah dah
Kereeeen, Mbak Mab. Dari awal sepertinya tokoh ini manusia.
BalasHapushehehe...makasih mba anik...ketebak ngga?
HapusWow wow wow
BalasHapusEmak yang satu ini emang kece...
Suka banget sama cerpen satu ini,
Hampir tertipu sama sosok Ndang...
Hehehe
Good Job!
Super cerpennya... Dialog dlm batinny mengena... Nice post...
BalasHapusKereeenn.... Tulisan Mb Mab mmg selalu keren
BalasHapusPengenlah bisa nulis yg seperti ini
BalasHapusBadaiii Mbak ... 😍
BalasHapus