NISBI

Kamis, April 06, 2017



www.pinterest.com


“Papa!”
“Ya, Karen. Ada apa?”
“Papa dimana?”
“Papa masih di bandara, nunggu terbang”
“Papa! Mama....”
“Kenapa Mama?”
“Mama...pingsan, ngga bergerak!”
“Pingsan? Kenapa bisa?”
“Ngga tahu, tiba-tiba Mama jatuh dan pingsan....”
“Karen, cepat hubungi tetangga! Minta bantuan, bawa mama ke dokter!”
“Papa, sekarang sudah malam, tetangga sudah pada tidur.”
“Tidak, Karen. Ketuk saja pintunya dan minta tolong. Cepat!”
“Papa, kapan Papa akan sampai?”
“Sebentar lagi pesawat Papa terbang, Papa akan sampai dalam dua jam.”
“Papa....”
“Apa?”
“Cepat pulang, aku takut....”
“Karen, cepat cari pertolongan!”
“Papa....aku butuh papa sekarang....”
“Karen, cepat hubungi tetangga! Sekarang!”
“Cepat pulang, Papa...”
“Papa segera datang, tenanglah! Jaga Mama dan adik-adik, ya?”

Tiba-tiba waktu menjelma sifat aslinya, sedemikian nisbi. Masa berputar cepat ketika sedang bekerja, terasa kurang karena banyaknya pekerjaan tak sebanding dengan waktu yang dipunya, tahu-tahu sudah sore. Kemudian ia melambat ketika terjebak macet menuju bandara dan semakin menyiput ketika dikepung bosan dalam penantian jadwal terbang. 

Lelaki itu membunuh jenuh dengan menekuri surat kabar, ponsel, buku. Sementara, saat ia hampir mati kebosanan, tubuh istrinya mungkin tengah digerogoti lelah atau sakit yang belum terdefinisi hingga akhirnya menyerah dalam ketidaksadaran. Ia menganggur menunggu pesawat sementara istrinya tengah menuju anfal. Seandainya ia dapat mempercepat laju waktu dan segera berada di tengah keluarganya. Seandainya bahkan ia tak perlu berpisah dengan mereka.

Lelaki itu dicekam cemas dan takut, bagaimana jika waktu yang dimiliki istrinya ternyata tak lebih dari hitungan detik saja? Bagaimana ia akan berpacu mengejar sisa waktu?
            Sungguh, rupanya ia begitu tak berdaya di hadapan waktu. Sayangnya, ribuan andai takkan berguna.

You Might Also Like

5 komentar