DEADLINE

Minggu, Juli 16, 2017



                       Pic: Thinkstock
"Aargh! Setengah jam lagi!"
Rei menjambak rambut, mengetuk batok kepalanya agar sumbatan di sel-sel syaraf otaknya mencair. Sudah sejam ia berkutat dengan laptop dan catatan kecil di hadapannya, tetapi, hasilnya nihil. Monitor laptopnya masih melompong kosong.

Bunyi notifikasi handphone menyusul, meminta perhatian segera. Rei tahu pasti kalau Nai, pemimpin  redaksi, akan menghubunginya menjelang deadline berakhir tengah malam ini.

"Rei, belum ada email masuk darimu ya, Dear!" bunyi pesan masuk tersebut.
Rei melempar handphonenya ke kasur. Nai terus mengingatkan agar Rei menyelesaikan naskahnya. Dan, hal itu membuatnya pusing. Kenapa Nai tidak diam dan menunggu saja daripada terus membanjiri handphone Rei dengan pertanyaan yang sama, pikir Rei.

Rei meraih sehelai tisu, menyeka hidungnya yang dua hari ini diserang flu. Terlalu sering diseka, hidungnya memerah. Gatal dan sulit bernafas karena pilek. Mampet.
"Oh ide, pada kemana kalian, sih?" rutuknya kesal.
"Sebentar lagi jam dua belas malam, waktu pergantian hari, bahkan Cinderella pun sudah akan pulang!" keluhnya.
"Tapi, aku belum menulis apapun!"

Ia sangat sibuk melebihi jadwal protokoler presiden, mulai dari kuliah, terlibat kegiatan organisasi, bantu teman, hingga nyambi jadi freelancer tulisan seperti sekarang ini. Ia tak pernah bermasalah dengan ide kecuali malam ini, ditambah hidungnya pun turut berdemo, macet.

"Jika aku tak mengirim tulisan malam ini, tamatlah karirku sebagi freelancer!"
"Sekarang waktu terus berjalan, lalu aku harus menulis apa?" racaunya dengan wajah memelas. Matanya berair karena gatal dan mampet pada hidungnya.

Aku iba padanya, ia butuh bantuan. Ia tak boleh berakhir, ia sangat berbakat.

"Tulis saja tentang kita, Rei."
Rei terkesiap. Ia mencari-cari sumber suara yang membuatnya merinding. Bagaimana tidak, ia selalu sendiri selama ini di dalam kamar kosnya. Tetapi, ia baru saja mendengar seseorang atau sesuatu bicara. Suaraku.

"Siapa kau?!" tanyanya waspada.
"Aku, kegundahanmu , Rei!"

Rei bangkit, wajahnya menegang, tangannya bersiap memasang kuda-kuda.
"Siapapun kamu, keluar kau!"
"Apa kau yakin, Rei? Aku sangat besar dan buruk rupa."
Wajah Rei pias. Tangannya bergetar menahan takut yang menyusupi hati.

"Aku tidak percaya! Keluar sekarang juga, jangan pengecut!"

Aku benci kata pengecut! Dasar konyol, ia penakut tetapi berpura-pura berani. Maka, tak peduli apapun reaksinya nanti, kutampakkan wajah dan tubuh di depan mata Rei. Benar saja, tidak butuh waktu lama untuk membuat gadis tomboi itu lunglai dan rebah ke bumi.

Kumenyeringai, kemudian asyik mengolah huruf menjadi kalimat dan tulisan. Mengirim ke seseorang dan selesai, tugasku kelar.

Sebuah notifikasi pesan baru masuk ke handphone Rei. Dari Nai, beberapa detik yang lalu.
"Thanks Rei, artikelmu sudah kuterima! Siap untuk naskah berikutnya ya!"

Sementara, Rei masih lelap memeluk bumi.

#tantangankelasfiksi1

You Might Also Like

0 komentar