CINCIN

Sabtu, Juli 08, 2017



            pic: ljbitzki.deviantart.com

"Terlambat! Aku sudah membunuhnya!" desis Meera hampir tak terdengar.
Kemudian, daun kering berguguran, seiring malam menjelang. Desau angin berbisik, yang terasa asing dalam pendengaran Neera.
#
Meera tengah membolak-balik tumpukan buku di kamarnya ketika Neera datang.
"Kau mencari apa?"
"Cincinku."
"Dimana terakhir kau menyimpannya?"
"Entahlah, tapi aku rasa di lemari gantung di depan kamar mandi," ia menoleh ke arah Neera,"apa kau melihatnya?"
Neera menggeleng pasti.

"Aku sudah mencari ke semua sudut rumah, tapi belum ketemu,"
"Termasuk ke kamarku?"
Meera berhenti. "Apa kau pikir aku menuduhmu?"
"Tidak, bukan begitu. Maksudku, kau boleh melakukannya."

Meera kembali mencari.
"Kau sudah tanya Mama?"
"Sudah, Mama pun tak tahu." jawabnya enggan, "aku rasa, hanya satu tersangka yang paling mungkin melakukanya. Mia!" lanjutnya yakin.
"Mia? Apa kamu gila? Untuk apa dia mengambil cincinmu?"
"Dia sangat suka semua benda berbentuk bulat. Lihat saja semua barang miliknya, semua bulat!"
"Itu karena Mama yang membelikan. Mia tidak pernah meminta!"
"Neera, di rumah ini hanya aku, kamu, mama dan Mia. Mia penghuni baru yang belum aku kenal dan dia bukan saudaraku. Hanya dia yang mungkin mengambil cincinku!"

"Kamu tidak punya bukti, Meera!"
"Buktinya dia selalu tertarik pada benda berbentuk bulat, semua benda miliknya bulat, apa lagi?"
"Meera, cincin itu hanya terselip di suatu tempat, aku yakin!"
"Aku sudah memeriksa semua tempat Neera, sampai hampir gila."
"Aku akan membantumu mencarinya. Aku yakin ia hanya terselip." tukas Neera menyudahi perdebatan.

"Meera. Seberapa penting cincin itu untukmu?" tanya Neera sebelum berlalu.
"Ya Tuhan, Neera! Itu cincin pertunanganku." seru Meera gusar.
"Ya, ya...Oke!"
#
Seminggu berselang, di suatu malam.
"Banyak sekali cincin yang kamu beli, Meera. Untuk apa semua ini?" tanya mama heran.
"Semuanya bagus dan aku kesulitan memilih, jadi kubeli semua," jawab Meera sambil melirik Mia yang tengah makan biskuit susu.
"Aku terlalu kecewa kehilangan cincinku, kurasa cincin-cincin ini akan menghibur."

Neera mengrenyitkan dahi, ia mengunyah snacknya lambat-lambat seolah ingin mengatakan: Oh, ya Tuhan, kau tak harus berbuat ini!
"Lima belas cincin yang menarik, bukan, Mia?"
Mia mulai mengabaikan biskuitnya,  kemudian mendekati Meera yang memainkan cincin-cincin itu sehingga bergemerincing menarik perhatian.
"Kau lihat, Neera. Mia tertarik pada cincin." bisik Meera.
Neera melirik tak mengerti.

Mia dengan antusias mengamati setiap cincin yang terhampar di meja. Matanya mengerjap, bersinar penuh gairah melihat benda bulat berkilauan itu. Dada Meera berdegup kencang. Jika Mia benar mengambil cincin pertunangannya, maka ia akan mengambil salah satu cincin di meja itu.

Neera baru menyadari maksud Meera ketika Mia tiba-tiba mengambil satu cincin yang paling bagus dan berkilau di meja.
Neera menahan nafas, ia melihat bara di mata Meera.
#
Dua hari kemudian....
"Meera! Mama bilang ia menemukan cincinmu!"
"Sungguh aneh!" Meera melompat menuju kamar ibunya. Mama berdiri di depan nakas dengan cincin di tangannya.
"Bagaimana bisa ada di sini? Kita memeriksa kamar ini bersama-sama, bukan?"
Meera membekap mulutnya. Wajahnya pias. Ketegangan tiba-tiba menghias wajahnya.
"Meera, kau seharusnya senang cincinmu kembali!" desis Neera demi melihat ekspresi Meera, alih alih senang, ia malah terlihat ketakutan.
"Kapan mama menemukannya?" tanya Neera heran.
"Ya, baru saja. Beberapa detik yang lalu sebelum kau memanggil Meera!"

Meera terhuyung. Ia berlari ke belakang rumah menuju halaman kecil yang rimbun ditumbuhi bebungaan. Sebuah gundukan merah yang masih basah terlindung di bawah perdu. Hampir tak terlihat.

"Kenapa Meera?"
Meera terlonjak kaget. Ia tak menyadari kedatangan Neera.
"Mustahil Mia yang mencuri kemudian mengembalikan cincinmu, bukan?"
Meera mengangguk.
"Kalau begitu, bukan Mia pelakunya. Omong-omong, aku belum melihat Mia sejak bangun pagi ini."
#
"Ini bencana!" pekiknya tertahan, "membunuh kucing adalah bencana!" lanjut Neera.
"Tidak mungkin, dia hanya binatang, sama seperti kecoa atau kalajengking!" sangkal Meera.

Meski menyangkal, wajahnya menegang, perasaan ngeri merayapi hatinya.
"Tidak! Kucing adalah pengecualian! Sebaiknya kau tidak kemana pun, supaya kau selamat!" bantah Neera kesal.
Meera menelan ludah. Semalam ia bermimpi Mia datang di pesta pernikahannya.

End.

You Might Also Like

5 komentar