Hikmah Tulisan Sampah
Kamis, Maret 09, 2017
Tak terasa, telah lima bulan berlalu sejak bergabung di
komunitas menulis One Day One Post yang digagas oleh Bang Syaiha. Setelah
awalnya begitu bersemangat memposting tulisan setiap hari, bahkan sampai rela
menahan kantuk demi terciptanya sebuah tulisan, kini sampailah pada masa ketika
menulis sudah menjadi sebuah aktivitas yang biasa
(bukan rutin) dilakukan, tetapi sayangnya tak sekuat dan serajin ketika
awal-awal bergabung. Sekarang, menulis tulisan
tantangan saja bahkan tak dikerjakan, apalah lagi menulis bebas setiap
hari. Menulis setiap hari dengan ide yang berbeda setiap harinya memang tidak
mudah, tetapi juga sebenarnya tak sulit. Artinya, perlu sedikit usaha untuk komitmen
menulis dengan kualitas tulisan yang baik.
Menuliskan ide di kepala dengan semangat yang mulai turun terkadang
menyebabkan tulisan kehilangan ruh. Semangat yang mulai memudar di antara
begitu banyak aktivitas dan tanggung jawab menjadikan aktivitas menulis terasa
seperti beban. Menulis menjadi aktivitas yang sulit ketika terbentur pada
minimnya ide atau cara menyampaikan ide itu sendiri. Kondisi ini diperparah
ketika sedang turun, ada rekan sekomunitas yang mendulang sukses dengan tulisannya.
Rasanya ingin lari dari keriuhan dunia menulis, menyepi di pojokan dan
bertanya: terus apa yang sudah aku lakukan dengan tulisanku?
Makin parah lagi ketika seorang kawan di komunitas
tersebut memposting sebuah artikel karya Reszky Firmansyah tentang tulisan
sampah. Tulisan yang dimaksud adalah tulisan fiksi yang hanya khayalan tanpa
bernilai kebaikan, cerpen yang hanya galau soal asmara, dan puisi tanpa makna.
Saya adalah yang merasa tertampar oleh artikel tersebut.
Selama ini saya suka menulis fiksi dan fiksi yang saya tulisa tak semuanya
bernilai kebaikan. Dengan kata lain, saya selama ini mungkin hanya nyampah.
Saya merenung dan mulai memikirkan kembali alasan saya
menulis. Untuk apa dan kenapa? Menurut saya tidak ada yang kebetulan dalam hal
sekecil apapun di dunia ini. Saya percaya, ketika semangat dan komitmen sedang
diuji, lalu muncul artikel yang terkesan menyudutkan penulis fiksi seperti
saya, itu adalah pertanda bahwa Allah SWT ingin saya mulai membenahi niat dan
membenahi mutu tulisan saya.
Yah, seyogyanya menulis memang tidak boleh seadanya.
Belajar dan belajar terus kemudian lakukan menulis setiap hari. Banyak membaca
baik membaca yang tersurat maupun yang tersirat.
Menulis, bagaimanapun pasti dibaca orang lain, dan sangat
berpotensi memberikan pengaruh bagi yang membacanya. Jika pengaruh baik yang
tertular, maka penulis tentu mendapatkan pehala kebaikan. Akan tetapi, bagaiana
jika yang terjadi adalah sebaliknya? Bukan kebaikan, melainkan keburukan yang
mempengaruhi pembacanya. Atau bisa jadi tulisan itu tak bermakna apa-apa, tak
membawa pesan, sehingga adanya tak beda jauh dengan tiadanya.
Semoga tulisan ini bisa menjadi reminder dan penyemangat
bagi saya kembali untuk terus menulis dan menebar kebaikan, apapun bentuk
tulisan yang saya pilih. Karena menulis adalah passion saya, kesenangan saya,
yang membuat saya senantiasa berbinar-binar ketika melakukannya.
8 komentar
Postingan sekaligus self reminder buatku, mbak Mabruroh.
BalasHapusAku juga sering kehilangan semangat nulis. Juga sering nulis yang nggak ada 'ruhnya'. Moga setelah ini aku mau berbenah diri.
Terimakasih sudah mengingatkan 😊
Sami2 mbak novaa, tksh atas kunjunganya:)
HapusSelf reminder yang masya Allah namparnya...
BalasHapusSya lgi di situ, Teteh. Lgi riweuh dengan diri sndri. Bnyak pesan dr postingan ini, Teh...meski mutu tulisanku masih di bawah standar, tpi karena ini adalah kesenangan mka seyogyanya harus ada yg berubah.
saya pun ;) semoga bisa never stop learning
Hapusmakasih udah ngingetin Mba Mab.
BalasHapussama sama mba nuur, ayo sama-sama belajar dan terus menulis :)
HapusTerima kasih bunda Mab. .. pengingatbuanh nampar aku banget huhu
BalasHapusTerima kasih bunda Mab. .. pengingatbuanh nampar aku banget huhu
BalasHapus