MENYOAL EFEKTIVITAS MENULIS SELAMA BULAN RAMADHAN

Sabtu, Juni 03, 2017



(gambar dari www.bimbinganislam.com)


Ramadhan adalah bulan istimewa yang selalu ditunggu oleh ummat Islam. Momentum Ramadhan bukan hanya untuk mendidik fisik dengan puasa, tetapi juga mendidik hati dan jiwa melalui amal ibadah. Pendidikan tersebut dimaksudkan agar kaum muslimin menjadi orang-orang yang bertakwa (Q.S Al-Baqarah:183)

Rasullullah SAW sebagai teladan kaum Muslimin telah mencontohkan puasa dengan benar pada berabad tahun yang lalu. Bagaimana cara  sahur dan berbuka, salat tarawih, bersedekah dan ibadah lainnya, telah sempurna dicontohkan oleh nabi.  Sejarah mencatat, pernah pada bulan Ramadhan Rasullulah SAW berperang dalam keadaan berpuasa. Lantas, bagaimana dengan kita di era ini?

Tulisan ini dimaksudkan sebagai refleksi diri akan pentingnya bersungguh-sungguh dalam aktivitas kebaikan selama Ramadhan, karena sesungguhnya apa yang kita lakukan tidak ada seujung kuku pun dari beratnya perjuangan Rasulullah SAW. Dalam tulisan ini, aktivitas yang ingin saya singgung adalah menulis. Efektifkah menulis selama Ramadhan?

Puasa, jika dilakukan dengan benar sesuai tuntunan nabi, telah terbukti memperbaiki kesehatan badan. Benar yang dimaksud artinya puasa tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan agar tidak berlebihan dalam makan, juga menahan diri dari makan yang tidak bermanfaat untuk tubuh. Dengan demikian, puasa dapat meningkatkan standar kesehatan, tubuh lebih bugar, sehingga bisa lebih produktif dan berstamina dalam melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk menulis.
Bagi seorang penulis, maka indikator produktivitasnya adalah jumlah dan kualitas karya yang dihasilkan selama Ramadhan.

Sebagai bulan yang berlimpah ganjaran dari Allah SWT, Ramadhan menjadi ajang untuk mengais pahala sebanyak-banyaknya lewat kebaikan sekecil apapun. Penulis dengan penanya adalah orang-orang yang diberi anugerah ketajaman berpikir, keluasan pandangan, kejujuran batin dalam membaca isyarat dari Allah, sehingga mampu menuliskan pesan-pesan lewat karyanya. Semangat berlomba meraih pahala seharusnya membuat penulis bisa lebih termotivasi untuk menelurkan karya yang berfaedah untuk orang lain. Menyampaikan pesan dari ayat-ayat kauliyah dan kauniyah-Nya melalui tulisan. Setiap kebaikan yang dilakukan pembaca akibat tulisannya, diganjar pahala yang berkelanjutan hingga si penulis telah dikurung tanah, menjadi amal jariyah yang tidak pernah terputus.

Pada bulan Ramadhan, seluruh indera, jiwa dan hati dilatih dan disucikan dengan ibadah yang jumlahnya lebih banyak dari bulan selain Ramadhan. Sebut saja solat tarawih, tadarus Al-Qur'an, juga bangun ketika waktu sahur yang merupakan waktu yang utama untuk bermunajat. Ditambah dengan latihan pengendalian lisan, mata, telinga agar tidak mengindera yang diharamkan Allah atau yang sia-sia. Pengendalian hati dan pikiran agar selalu lurus dan selamat dari penyakit dan lintasan hati yang kotor. Kesemuanya bermanfaat agar hati menjadi tenang, pikiran jernih, jiwa bahagia, sehingga lebih kuat dan mudah menangkap sinyal, pesan atau ide yang Allah titipkan. Dengan kata lain, seyogyanya penulis tidak akan kehabisan ide. Sekarang, tinggal soal waktu untuk menulis.

Ramadhan mengandung konsekuensi adanya perubahan jadwal harian. Yang paling kentara tentu jadwal makan. Semula, makan sehari tiga kali, bahkan lebih. Ketika Ramadhan, menjadi dua kali saja. Waktu untuk menyiapkan makan pun bergeser menjadi dini hari dan sore hari. Sehingga, ada waktu 'lebih' di pagi hari setelah sahur dan siang hari ketika jam makan siang. Beberapa instansi dan sekolah bahkan memangkas jam kerja menjadi lebih pendek sehingga bisa pulang lebih awal. Perubahan jadwal selama Ramadhan memberi keuntungan adanya waktu lebih yang bisa dimanfaatkan untuk menulis. Sehingga, penulis bisa lebih produktif.

Dari seluruh paparan di atas, Ramadan seharusnya menjadi bulan yang sangat efektif dan produktif untuk seorang penulis. Karena, jika puasa Ramadhan dilakukan secara benar, penulis bisa lebih sehat dan bugar, pikiran dan hati bersih, waktu cukup, dan lebih dari itu ada motivasi kuat akan imbalan pahala atas tulisan-tulisannya.

Di ujung Ramadhan, ada lebaran. Lebaran dalam budaya orang Indonesia adalah ajang silaturahmi antar keluarga dan teman. Penulis pastinya ingin di hari lebaran memiliki sesuatu untuk ditunjukkan kepada keluarga, sebuah karya. Jika rutin menulis selama Ramadhan, dalam tiga puluh hari bisa tercipta tiga puluh tulisan yang bisa dimatangkan menjadi tulisan yang siap cetak atau siap kirim. Wow! Berkah Ramadhan, usai Ramadhan penulis mendulang rezeki, insyaAllah.

Nah, kalau begitu, apa yang kau tunggu wahai para penulis? Menulislah dan selamat mendulang pahala dari tulisan! Allah meridhai, insyaAllah....

You Might Also Like

6 komentar

  1. Wow, teladan mbak, the first challenger. Saya mau nyusul ah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah mbak hiday suhunya nih,pasti lebih cetarr esainya :)

      Hapus
  2. wow keren mbak Mab...saya jg mau nyusul ah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mba Rika yang lebih kereen. ayo2 taklukan tantangannya :)

      Hapus
  3. Balasan
    1. Wow ada mastah artikel nih, Makasiih sdh mampir mbak San;)

      Hapus