EKSODUS
Senin, November 14, 2016
www.123rf.com
Aku dan Pity, anak lelakiku,
tengah menikmati makan siang kami ketika Wimpy datang dengan berlari tergopoh-gopoh.
Ia menyerbu ke arah kami bagai anak panah lepas dari busurnya, dengan wajah
pucat pasi dan napas tersengal. Meski begitu, aku tak heran, mungkin dia habis
bertemu Mrs. Andrew, landlady rumah yang galak itu.
Aku mengelus punggung Wimpy
begitu ia berada di depan meja tempat kami makan, menyuruhnya mengatur napas
yang berkejaran.
“Ada apa?” tanyaku setelah ketakutannya mereda.
“Julie...Aku habis bertemu Julie...” jawabnya di
sela napas yang terengah-engah.
Oh, rupanya Julie, tetangga wanita
yang anggun sekaligus garang, penjaga rumah Mrs. Andrew. Sejak tahu kami
menumpang di rumah Mrs. Andrew empat bulan lalu, dia sudah menunjukkan
kebenciannya pada anak-anakku. Juga padaku.
“Untunglah kau tak diapa-apakannya.” hiburku
sambil menyodorkan makanan pada Wimpy.
Julie..., mengingat sosoknya membuat dadaku
sesak. Sejak pertama bertemu dia tak bersahabat. Sepertinya yang ada di
benaknya hanya obsesi untuk menyingkirkan kami, sebab kami suka menghabiskan
makanan di dapur yang seharusnya diberikan padanya. Sebagai sesama penghuni
rumah Mrs. Andrew, wajar jika dia gusar karena kami selalu membuat dapur
berantakan usai mengambil makanan tanpa pernah merapikannya lagi. Tak heran
jika setiap pertemuanku dengannya selalu dihiasi kemarahan di wajahnya, juga
intimidasinya. Dia kerap mengejar anak-anakku
kemana pun mereka bersembunyi. Untunglah kami selalu bisa berlari secepat kilat
dan berlindung di kamar kami yang aman. Kalau bukan karena kelezatan makanan di
rumah Mrs. Andrew, rasanya aku sudah ingin hengkang dari rumah ini sejak dulu.
Wimpy, anak perempuanku yang
manis itu mengerutkan dahinya. Ia terlihat memikirkan sesuatu.
“Hari ini ada yang berbeda dengan Julie. Ia
melihatku, tapi tak mengejarku. Aku berlari karena kaget.”
Aku menaikkan alis mendengar
ceritanya. Aneh, tak biasanya Julie bersikap demikian.
“Mungkin dia sudah lelah mengejarmu,” timpal Pity acuh
tak acuh. Dia masih asyik dengan keju ditangannya.
Seakan ingin mencari tahu,
Wimpy berjalan menuju jendela yang menjadi pembatas antara kamar kami dengan
ruangan Julie. Tak lama kemudian, dia memberi kode kepada kami untuk bergabung
dengannya.
“Mommy, lihat! Julie...” bisiknya nyaris tak
terdengar.
Kudesakkan kepala di antara
kepala kedua anakku. Kusaksikan Julie berbaring di atas peraduannya. Kepalanya
terkulai di bantal cantiknya. Ia memiringkan badan dan merebah dengan pasrah.
Aku merasakan kejanggalan. Meskipun mengantuk sekalipun, Julie tak pernah
selemah itu. Dia garang, selalu bersemangat. Tetapi yang kulihat saat ini
hanyalah Julie yang tanpa daya.
“Kenapa dia, Mommy?” tanya Pity heran.
“Entahlah...” jawabku sekenanya, sambil berpikir
apakah saatnya sudah tiba? Kuperhatikan Julie memang berubah dua hari terakhir ini.
Dia tampak gelisah, berjalan berputar-putar
dan terlihat lesu. Makanan yang disediakan Mrs. Andrew pun tak disentuhnya.
“Apa dia sakit, Mommy?” nada suara Wimpy terdengar
khawatir.
“Mommy tidak tahu, sayang...”
“Kalau dia sakit, bukankah itu bagus?!” ujar Pity
tak peduli. Aku menatapnya tak setuju.
Julie menggeliat, dari balik
jendela yang tak begitu jauh dari peraduannya, aku dapat mendengar napasnya
yang cepat, dadanya kembang kempis. Mulutnya mengerang, terdengar kesakitan. Aku
tak suka Julie, tetapi bukan berarti aku tak iba melihatnya seperti ini.
Dia berbalik memunggungi kami,
menggeliat lagi dengan mulut meringis. Matanya menyipit, seperti merasakan
sakit yang tak terkirakan. Otakku berusaha mencerna, mungkinkah Julie akan...?
Ah, tetapi, tidak. Kalau benar sudah waktunya, Mrs. Andrew seharusnya ada
disini bersamanya.
Julie berbalik lagi,
meringkuk, diam beberapa menit sambil meringis. Beberapa menit sampai aku
meragukan apakah dia masih bernapas atau tidak.
Tak lama berselang, tepat seperti
yang kusangkakan, dia terlihat mengejan, uratku menegang sambil menerka-nerka.
Lalu, muncullah sebentuk kepala mungil di antara kedua kakinya. Benar dugaanku.
Seketika kutarik kedua anakku menjauh, mereka tak boleh melihat peristiwa ini.
“Kenapa dia, Mommy? Sesuatu keluar di antara kedua
kakinya!”
“Dengar Pity, Wimpy! Julie sedang melahirkan.
Kalian tak boleh melihatnya!”
“Kenapa, Mommy? Aku ingin melihat bayi kecil “
protes Wimpy.
Aku melotot, “Diam di situ.
Mommy akan mengawasi dia.”
Aku bergegas menuju jendela
dan melihat Julie masih terbaring lemah. Satu bayi telah berhasil dilahirkannya,
sekarang kulihat Julie berusaha membersihkan bayinya dari darah dan ketuban
dengan sisa tenaga. Namun itu tak berlangsung lama, ia berhenti dan mengejan
lagi, dan tak lama setelah itu bayi keduanya lahir. Aku menahan napas dan mulas
yang tiba-tiba datang, mungkin sebagai sesama wanita, nuraniku tergerak hingga
rahimku turut berempati padanya.
.
Julie baru benar-benar
berhenti meringis dan mengejan setelah bayi terakhirnya keluar dengan selamat. Pantas
saja perut Julie begitu besar, ternyata ada empat bayi menghuni perutnya. Mereka
sangat lucu dan sehat. Meski lemas, Julie tampak tersenyum gembira dan bersemangat
menyambut kedatangan bayinya. Dengan sayang, dielusnya anak-anaknya.
Menyaksikan kelahiran bayi-bayi
Julie, membuat sisi kewanitaanku tergerak. Entah mengapa, sebentuk rasa bahagia
dan lega membuncah di dadaku. Ingin rasanya kupeluk Julie dan kuucapkan selamat
padanya, bahwa ia telah menjadi ibu. Tak terasa bulir bening berlarian di atas
pipiku.
Ngomong-ngomong, kemana Mrs. Andrew?
Dia orang pertama yang sangat bahagia mendengar kabar kehamilan Julie. Ya, meskipun
dia murka karena tak jelas siapa ayah yang harus bertanggungjawab pada anak-anak
Julie. Baginya itu penting karena paling tidak ia ingin memastikan bahwa
anak-anak Julie mendapat gen terbaik dari ayahnya. Yang mengherankan, bukankah seharusnya
dia ada di sana dan menolong Julie? Julie sangat lemah dan berdarah-darah, dia
butuh bantuan seseorang untuk membersihkan dan merawatnya.
Tetapi, sepertinya Julie lebih
kuat dari yang terlihat. Tampaknya ia telah memikirkan semuanya. Julie yang
tegar, tanpa bantuan siapapun, dia melahirkan anak-anaknya dengan selamat.
“Mommy, apa dia akan mati?” Wimpy bertanya dengan
khawatir. Aku menoleh, ternyata dua anakku juga menjadi saksi kelahiran itu.
“Entahlah, Mommy harap tidak...” jawabku pasrah,
mengingat mereka telah melihat yang seharusnya tak dilihat.
“Bukankah bagus kalau dia mati? Dia tidak akan
pernah menggangu kita lagi!” Pity menimpali dengan sengit.
Aku menatap Pity dengan dahi berkerut, tanda tak
sepakat. Pity takkan tahu perasaan sesama ibu jika anak-anak kehilangan ibunya.
“Mommy, apakah melahirkan itu sakit?” tanya Wimpy
polos
“Ya, sayang. Sangat sakit...”
“Apa aku menyakitkanmu waktu lahir?”
“Semua bayi menyakiti ibunya ketika lahir, Wimpy!”
tukas Pity kesal.
Wimpy hanya melirik sekilas pada kakaknya.
“Aku minta maaf karena membuatmu sakit, Mommy?!” Wimpy
menatap mataku dengan tatapan memelas. Tak urung aku tersenyum melihat bola
mata innocent-nya. “Aku tak akan membuat Mommy sakit lagi...” lanjutnya.
“Wimpy, anak Mommy yang pintar.” pujiku sambil
mengelus kepalanya. Pity melirik adiknya sambil menyeringai, lalu dia menepuk
dahinya. “Ya ampun!”
Kulihat Julie beristirahat, ia
hanya berbaring tanpa mempedulikan bayi-bayinya. Aku mendesah lega setelah
peristiwa menegangkan itu berlalu. Seiring dengan ketegangan yang mereda, rasa
takut merayapi hatiku. Masa itu datang juga pada akhirnya, saat kami harus
segera pergi dari tempat ini.
“Pity, bantu Mommy berkemas, kita akan pindah dari
sini!”
Pity menoleh kepadaku dengan
kaget. Raut mukanya tak senang.
“Aku tidak mau, di sini nyaman dan banyak
makanan.”
“Kenapa Mommy? Pity benar, meskipun Mrs.Andrew
sangat galak tetapi makananya enak. Setelah aku bertambah besar, aku tidak akan
takut lagi pada Julie.”
“Disini tak aman lagi, beberapa bulan lagi
anak-anak Julie akan tumbuh besar, dan akan sama garangnya dengan Julie. Mommy
tak ingin kalian celaka...”
“Mommy, tidak! Mommy bahkan belum taHu kemana kita
akan pergi!”
Aku berlutut, mengumpulkan semua
tangan kami.
“Dengar, Mommy hanyalah ibu yang ingin kalian
hidup selamat dan sejahtera. Mommy akan lakukan apapun asal kalian selamat.
Julie pun begitu, dia akan lakukan apapun demi anak-anaknya, dan kau tau itu artinya
Pity? Dia tak akan memberi kita kesempatan lagi. Bahkan sekarang jumlah mereka
lebih banyak... “
Pity dan Wimpy tampak ragu. Tetapi tatapan dan
anggukanku meyakinkan mereka.
“Baiklah,” kata Pity mengalah setengah terpaksa.
“Kau tahu? Mommy sayang kalian.”
Pity mengemasi makanan kami
yang belum selesai dengan lesu. Setelah semua dirasa siap, kubimbing kedua
anakku menuju lorong gelap yang mengarah ke rumah tetangga sebelah yang lebih
aman. Lorong got yang gelap dan bau, membuat Wimpy berkali-kali memelukku sambil
menutup hidungnya.
Sebelum masuk ke dalam lorong,
Pity menarik tanganku lembut
“Mommy...,” katanya ragu, ”aku
ingin mengatakannya sebelum aku merasa malu.”
“Apa itu, Pity?”
Anak lelaki yang keras kepala itu terdiam sesaat.
“Aku sayang padamu...”
Spontan kupeluk tubuh kecilnya
dengan sepenuh kasih.
“Mommy menyayangi kalian, selalu menyayangi kalian”
kataku seraya meraih Wimpy ke dalam rengkuhan.
Dengan
mantap, kami bergandengan menyusuri lorong gelap dan bau, meninggalkan rumah Mrs.
Andrew dan kucingnya yang galak, Julie...
3 komentar
Nice post ;)
BalasHapusSeorang ibu akan melakukan apapun untuk anaknya
Kereeen mbak :)
BalasHapusTikus toh.. Kirain kucing ma anjing :) great
BalasHapus