Kamis, November 03, 2016
www.menalive.com
GENOCIDE
“Sudah cukup! Kali ini gue akan
buat perhitungan!” teriak lelaki itu sambil membanting pintu kamarnya. Aku
sampai terlompat dari kursi saking kagetnya. Makan siangku berhamburan ke
lantai.
Kenapa dia? Sudah seminggu ini
perilakunya berbeda. Ia mudah sekali teriak-teriak menyumpah. Gerak-geriknya
pun aneh, dia tampak sering memegangi kepalanya sambil mondar mandir gelisah.
Jangan-jangan ada yang mengusik kekuasaannya di pasar.
.
“ Me...”
“Diem lu!” belum sempat ku membuka
mulut dia sudah menyuruh diam.
“Lu duduk dan dengerin gue!”
Aku merunduk dengan takzim.
.
“Hari ini gue akan balas semua
perbuatan cecunguk-cecunguk ini, lu akan jadi saksinya!“teriaknya sambil
menunjuk mukaku.
“Makin hari makin ngga tau
diri. Dateng ngga pake ijin, bawa keluarga sekampung. Dudukin wilayah paling
penting dalam hidup gue, makan minum gratis!"
Wajah lelaki itu memerah,
tangannya mengepal. Hidungnya mengembang mendengus-dengus.
“Pake beranak segala di daerah gue. Sekarang, berani-beraninya pindah-pindah tempat, bikin gue gatel
pengin habisin tu makhluk!"
.
Keringat
bercucuran mengaliri dahinya yang legam. Giginya bergemeletukan.
“Jangan
sebut gue preman kalau ngga becus basmi mereka satu persatu. Gue akan
bunuh mereka dengan tangan, sampai ke bayi-bayinya. Lu akan liat lapangan akan merah dengan darah pendompleng sialan itu!”
Nyaliku
surut mendengar gelegar sumpahnya. Dia tak pernah mendustai ucapannya.
Jangankan penjara, Tuhan pun dia tak takut.
“Gue
heran, kenapa gue racun mereka tapi ngga mati. Jangan-jangan udah kebal!” gumamnya
dengan kening berkerut.
.
Sambil
menyeringai, ia mengeluarkan sebentuk benda persegi panjang berwarna coklat
dengan puluhan gerigi rapat dari balik
sakunya. Sepertinya dia sudah menyiapkan rencana jahat.
Ia
menghadap ke cermin, mematut diri. Kemudian mulai bersisir. Aku menahan napas,
dia sudah mulai bersiap. Aku ngeri membayangkan yang akan terjadi selanjutnya.
.
Tiga
puluh menit kemudian...
Puluhan mayat bergelimpangan
di lapangan beralas putih yang sengaja disiapkan tuanku. Remuk tak berbentuk,
darah berceceran di mana-mana. Dari mulai kakek hingga bayi dibinasakannya
dengan sekali aksi. Dengan senjata barunya tuanku telah membuktikan
keperkasaannya menghabisi siapapun yang menginjak harga dirinya. Alat ajaib itu menggiring semua
makhluk tak berdaya itu turun ke lapangan, dan tuanku membunuhnya dengan tangan
kosong, hanya dengan jempolnya.
Senyum kemenangan
tersungging di bibir coklatnya. Ia menghela napas lega. Ia puas, telah
menyingkirkan seluruh makhluk yang menghuni kepalanya selama seminggu ini. Sambil
mengelus bulu hitamku dia berkata, “Kau lihat Puss, kutu-kutu itu sudah mati!”
8 komentar
Ternyataaa...hha
BalasHapusya gitu deh hehehe,msh gampang ditebak ya?
HapusWiiih, dari sudut pandang kucing?
BalasHapusiya angkel hehehe
HapusWiiih, dari sudut pandang kucing?
BalasHapusHahaha
BalasHapusHahaha.... keren mba. Pasti shampoo anti kutunya dah abis ya?
BalasHapuskereeeeen
BalasHapus