Pencipta Tangis

Kamis, November 10, 2016

                                          www.pricepedia.org

“Kenapa matamu basah? Habis menangis ya?” Emak bertanya dengan heran melihat raut mukaku yang muram
Aku menggeleng pelan. Di cermin, kulihat bulir bening sisa kesedihan barusan masih menggenang di pelupuk mata. Pantas saja, memalukan sekali. Apa jadinya kalau Emak tahu aku habis menangis karena ulah sepupuku.

Sebenarnya aku memang habis menangis. Sepupuku yang membuatku menumpahkan air mata. Setiap kali main ke rumahnya, sering aku dibuatnya bersedih hati. Dia selalu berhasil mengaduk-aduk emosi. Bukan hanya padaku, tetapi juga pada anak –anak yang lain, teman sepermainanku.

Kau mau tahu yang dilakukannya? Sungguh, mengingat ulahnya membuatku menyunggingkan senyum.
Dia mengumpulkanku dan beberapa teman yang lain di teras rumahnya, atau dimanapun dia merasa nyaman. Lalu, dia mulai membuat setting tempat berupa rumah-rumahan dua dimensi dari korek api atau pensil yang disambung membentuk gambar denah rumah. Setelah setting tempat siap, dikeluarkanlah semua orang-orangan yang akan menghuni rumah tersebut, lengkap dengan baju dan assesorisnya. Orang-orangan itu berupa mainan bongkar pasang yang tak lupa diberinya nama.

Dan, disinilah letak kenakalannya. Dia tak hanya ‘memaksa’ mata kami terpaku pada gerak gerik tokoh imajinasinya. Tetapi, sekaligus membawa masuk ke dalam cerita dan emosi si tokoh. Sepupuku akan memulai ndalang, bercerita tetang Alicia, tentang Diana dan sederet nama lain hasil imajinasinya. Ia bercerita dengan intonasi yang sesuai dengan emosi yang diinginkan, jika sedih dia merintih dan menghiba. Jika senang dia riang. Puluhan anak yang tersihir mengitarinya dengan tatapan takjub dan antusias. Suasana hening, hanyut oleh jalan cerita yang menyentuh hati. Seringkali, saking larut dalam cerita sedihnya, kami menangis berjamaah.

Kadang, dia menyimpan ceritanya untuk esok, sehingga kami harus rela menunggu pagi untuk melanjutkan kisahnya. Walhasil kami pulang ke rumah membawa imajinasi kelanjutan ceritanya dengan sisa airmata yang belum mengering. Sisa tangis yang memunculkan tanya para emak, habis diapain anakku sampai sedih begini. Betapa konyol dan memalukannya :D

Sepupuku memang pemintal cerita yang hebat. Usianya mungkin baru sekitar sepuluh atau sebelas tahun kala itu. Tetapi dia mampu ndalang dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dengan intonasi yang sesuai. Ia tak pernah kehabisan cerita untuk wayang-wayangnya.

Bagiku yang hidup di kampung, mendapat hiburan gratis penuh imajinasi menjadi kebahagiaan tersendiri yang membuat kenangan masa kecil selalu indah untuk dikenang.
Sepupuku itu, Sri Murni Rahayunisasi ( weww panjangnya :p ). Seorang penikmat dan pembuat puisi yang keren, dalang cerita di masa kecil yang hebat. Meski piawai membuat cerita yang menguras air mata, tetapi sebenarnya dia seorang yang periang.

Ah, masa kecil yang indah. Tulisan ini adalah ucapan terimakasih untuknya, untuk masa kecil yang penuh kesan dan menyenangkan. 

You Might Also Like

3 komentar

  1. Potonya mengingatkan aku Di waktu kecil

    BalasHapus
  2. Mbak, photo itu kayak mainanku waktu kecil. Di tempatku namanya bongkar pasang. Cerpennya asyik. Kenangan masa kecil memang paling mudah untuk dituang dalam bentuk tulisan.

    Siip :)

    BalasHapus
  3. Ini mainan saya kalo lg main sm adek. Rumahnya pake dus2 bekas odol atau bekas rokok bapak yg kami kumpulkan. Ahhh indahnya mengenang masa kecil :)

    BalasHapus