Selasa, November 08, 2016
www.pakdheaswin.blogspot.co.id
SELEPAS KAU PERGI
“Cepat Dek, kita sudah
terlambat!”kataku sambil sibuk menstarter motor tuaku. Istriku masih saja
menjemur baju. Padahal arisan sudah dimulai setengah jam yang lalu
“Satu baju lagi, “ pintanya sambil mengibaskan
kemeja basah,”nah, sudah selesai.”
Usai menjemur, dia bergegas
menyusulku. Tetapi, ia termangu lagi sebelum menutup pagar, menatap rumah tua
warisan nenekku itu. Aku tahu yang dia pikirkan. Dia tak tenang meninggalkan
rumah dalam keadaan masih sangat berantakan. Sampah semalam yang belum dibuang,
jemuran kering teronggok di dipan belum dilipat, lantai lengket berdebu minta
disapu, cucian piring, kamar berantakan, dan remeh temeh pekerjaan yang
lainnya.
“Sudahlah! Nanti kita bereskan
sepulang arisan.” hiburku tak sabar.
Segera
setelah istriku duduk di jok motor, kutarik gas menderu memecah hening.
Bayangan masam muka ibuku terpampang. Ibu tidak akan senang jika kami datang
terlambat, karena seharusnya kami ikut membantu persiapan arisan di rumahnya.
Tetapi, kami tidur terlalu larut, setelah seharian lelah ke luar kota. Ditambah
lagi istriku berulang kali terjaga karena sesuatu yang tak kupahami. Akibatnya,
terlambat bangun dan kacaulah semua urusan hari ini.
.
Arloji menunjuk waktu setengah
dua ketika aku memarkir motor di garasi rumah. Aku sangat mengantuk, begitupun
istriku. Ia berulang kali menguap dan mengucek matanya. Arisan keluarga tidak pernah
sebentar, kami harus ikut sampai selesai walaupun kantuk lelah mendera.
“Aku mau tidur, Mas...“ ujar
istriku sambil memutar anak kunci rumah ke kanan. Beberapa menit kemudian
terdengar dia sibuk meletakkan barang bawaannya di dapur.
Kantuk yang menggelayuti
mataku mendorongku menyeret langkah segera menuju ke rumah. Tetapi belum sampai
di depan pintu, kudapati istriku lari
secepat kilat dengan muka tak beraliran darah menghambur ke arahku. Ia menyusup
ke pelukanku. Napasnya terdengar berat satu-satu. Mulutnya megap-megap seperti
hendak bicara tapi tak mampu. Kedua tangannya bergerak naik turun serupa
dirigen paduan suara. Kemudian, telunjuknya mengarah ke dalam rumah.
“Kenapa kamu Dek?Istighfar!” meski heran, kucoba
untuk menenangkan dirinya. Nanar kuedarkan pandangan ke dalam rumah, mencoba
mencari tahu.
Dia masih terpana. Keringat
dingin mengaliri wajahnya. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Ia semakin erat
memelukku. Naluriku bekerja. Pasti ada sesuatu di dalam sana yang membuatnya
seperti habis melihat hantu. Hemm, mungkinkah dia benar telah melihat hantu?
Atau penjahat dengan pisau di tangan? Atau jangan-jangan hanya tikus kecil yang
berpesta menghabiskan sisa makanan? Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya,
aku harus masuk!
“Kamu disini saja, aku akan masuk...”
Dia menggeleng kuat, matanya menyipit, keningnya
berkerut, bibirnya mengerucut, tangannya mencengkeram lenganku erat.
“Oke, kita akan periksa sama-sama. Kamu jalan di belakangku.”
Setengah terpaksa istriku menyeret
langkahnya. Dia menoleh ke kanan-kiri seperti memastikan sesuatu. Sesekali memandang
ke depan dengan curiga. Kami berjalan dengan mengendap-endap, kuambil sebilah
sapu untuk berjaga. Sampai di ruang tamu, tak ada yang mencurigakan. Tampak
rapi dan bersih seperti biasanya.
Kuteruskan menyusuri ruang
tengah, pun tak kulihat apapun yang berbeda. Hanya jemuran kering yang terlipat
rapi di atas dipan. Berlanjut ke arah dapur, berharap bertemu tikus yang menakuti
istriku, tetapi nihil. Hanya dapur yang rapi, tak ada dua keresek sampah yang
semalam belum dibuang, tak ada cucian piring kotor, semua tampak normal. Kurasakan
genggaman tangan istriku menguat.
Kulanjutkan pencarianku ke
kamar, semerbak wangi menguar dari sprei yang baru diganti, bantal dan guling
tertata di tempatnya. Sungguh berbeda dengan keadaan tadi pagi ketika kami
tinggalkan.
Tetapi, tunggu! Bukankah istriku pergi bersamaku?
Istriku menarik-narik lenganku, matanya berusaha mengatakan sesuatu, tetapi tak
kuasa. Hanya tangannya yang menunjuk-nunjuk tempat-tempat yang barusan kami jelajahi.
Dipan, dapur, dan kamar.
“Apa?” tanyaku sambil berusaha mencerna. Dia mendelik.
Kucoba memutar otak,
memahami yang terjadi. Lambat laun pikiranku mulai bekerja. Aku mengerti!
Dipan, dapur dan kamar. Keadaan rumah telah berubah! Jelas itu bukan perbuatan istriku! Seseorang telah berada di
sini, menyelesaikan semua kekacauan di tempat ini. Tetapi, siapa?
“Apa kau mengunci pintu sebelum pergi?’ aku
berusaha berpikir wajar. Mungkin tetangga sebelah rumah yang baik hati, pikirku,
meski merasa itu tak mungkin.
Istriku mengangguk kuat. Tatapannya seolah memohon:
please pahamlah!
“Jadi?”
Secepat kilat istriku meghambur
keluar, disusul denganku yang baru memahami situasi.
Seseorang telah mengerjakan
pekerjaan istriku, lebih tepatnya sesuatu, yang tak kasat mata. Sesuatu itu
telah merapikan rumahku, menyapu dan
mengepel lantai, mencuci piring, melipat baju, membuang sampah, bahkan
mengganti sprei!
Sambil lari bertunggangan aku
berpikir. Mungkinkah sesuatu itu adalah yang semalam membuat istriku terjaga
dan histeris?
Di teras, terlambat kami menyadari,
jemuran basah tadi pagi telah kosong...
13 komentar
Wah... sosok astral yg rajin ini mah mbak, lumayan jg buat bantu2. Hahaha.... selalu keren tulisannya 👍
BalasHapusiya ya, drpd bayar ART kan hehehe
Hapuskeren mbak
BalasHapusmakasiih mbak, you too kok :)
HapusKerennn bunda cerpen nya ...
BalasHapusDeskripsi perasaannya kena bangettt ... 😍
makasiih mba fitrii :)alhamdulillaah
HapusKerennn bunda cerpen nya ...
BalasHapusDeskripsi perasaannya kena bangettt ... 😍
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapushantunya baik :)
BalasHapusBangeet, saking sayangnya sm yg punya rumah :)
Hapushantunya baik :)
BalasHapusjadi penasaran. masa ibu mertua yg beresin?
BalasHapusPastinya bukan, kan mertua ketempatan arisan ;)
HapusKalau bikin penasaran, ending sy berhasil ya? yeeeyy. Makasiih mba feb sdh mampir