Malam Tujuh Belasan

Kamis, Agustus 17, 2017

Di suatu malam tujuh belasan. Sepasang suami istri bertemu di meja makan.
"Esok libur tujuh belas Agustus, kita pergi ke lapangan lihat karnaval ya, Bang?"
"Abang besok kerja. Lembur, Sayang"
"Lembur gimana? Bukannya semua kantor juga tutup? Yang benar saja! Tujuh belasan kok kerja."
"Besok orang yang mau Abang temui tak keberatan. Tak boleh nolak rejeki, Dik. Dapat uang lembur kita!"
"Tapi Abang ngga bisa tengok anak kita naik panggung terima hadiah..."
"Alah tak apa, kan ada kau?!"
Sang istri menekuk wajah. Bibirnya mengerucut.
"Kau masak kurang garam, ya?"
"Garam mahal, ngirit! Kalau masih kurang asin pakai lah upil kau!"
"Waah... nyonya marah rupanya!"
"Siapa lah yang marah? Abang kerja yang rajin, biar hutang cepat lunas."
"Nah, itu baru pintar!"
Sang istri melirik sebal.
"Sebenarnya Abang lembur karena tak mau ketemu  bapakku." ungutnya.
"Eh, manalah mungkin Abang begitu sama bapak? Bapakmu itu bapakku juga!"
"Alah, macam aku tak tau saja omelanmu tentang bapak. Betul kan, bapak bilang kita harus mulai mikir rumah sendiri, sudah belasan tahun menumpang mertua, apa tak bosan diceramahi terus?"
"Ya lah, maka itu aku kerja keras, kan? Tak salah kalau aku lembur di hari kemerdekaan..." Kilahnya, "Eh, kau ganti merek beras, ya?"
Sang istri mendelik.
"Sama saja dengan yang kemarin, kenapa pula?"
"Ah, yang ini beda. Yang kemarin lebih pulen, yang sekarang pera macam nasi aking."
"Aiih, sejak kapan kau pandai menilai  beras. Penjualnya bilang ini beras impor. Impor, Bang! Dan, yang penting murah."
"Ah pantas saja tak enak. Besok kau gantilah pake beras lokal. Menolong petani sendiri."
"Pemerintah sudah lelah-lelah datangkan beras, gula, garam, bahkan cangkul dari luar negeri. Hargailah kerja mereka dengan membelinya. Kau tinggal kunyah saja banyak pula mengeluh!"
"Tapi ini sungguh tak enak."
"Enak tak enak yang penting impor, pernah naik kapal, menyeberangi lautan luas, mendaki gunung lewati lembah. Ditanam oleh petani luar negeri, hebat kan? Yang kau makan itu hasil keringat orang asing . Baguslah petani kita tak usah lagi berpayah menanam!"
"Salah petani tak menanam lagi!"
"Bagaimana mau menanam, lahan habis dibeli konglomerat buat bikin perumahan, supaya rakyat kecil yang menumpang macam kau ini segera punya rumah sendiri. Baik bukan maksud pemerintah?"
"Eh, sejak kapan kau peduli pada kebijakan pemerintah?!"
"Sejak kau bilang mau lembur di hari kemerdekaan!"
Sang istri melengos dengan wajah marah menuju dapur.
##


You Might Also Like

4 komentar