Review Cerpen Batu Kebahagiaan Kerajaan Allegria
Rabu, Agustus 09, 2017
Ketika mendapat tugas mereview tulisan milik Mbak Lisa, saya tak menyangka
akan mendapat sebuat cernak (cerita anak). Meskipun saya mengenal Mbak Lisa
sebagai penulis cerita anak yang mumpuni, saya kira saya akan mereview
tulisannya yang lain. Terus terang, cernak adalah kenangan tersendiri bagi
saya. Saya pertama kali termotivasi untuk menulis disebabkan oleh sebuah fabel
yang saya baca di sebuah majalah anak. Waktu itu saya duduk di kelas lima
sekolah dasar.
Saya tidak mahir membuat cerita anak. Mbak Lisa jelaslah jawaranya. Makanya,
sangat tidak seimbang kalau saya mereview tulisan seorang master cernak. Tetapi,
apa boleh buat, karena tugas (hiks), saya akan mencoba mereview cernak ini dari
sudut pandang pembaca yang amatir saja. Hehehe....
Sebagai cerita anak, cerpen Mbak Lisa ini sangat menarik. Judulnya cukup
panjang (empat suku kata) dan menggambarkan isi cerita. Meskipun agak kurang pas menurut saya, tetapi
sudah cukup mewakili. Kalau saya, lebih suka yang singkat namun membuat
penasaran. Misalnya, Misteri Permata Allegria. Penasaran? Baca ceritanya di
sini, ya. http://www.dunialisa.com/2017/05/batu-kebahagiaan-kerajaan-alegria.html?m=1#more
Di awal cerita, penulis membuka dengan kalimat yang langsung menuju ke
konflik utama cerpen tersebut, yaitu hilangnya batu kebahagiaan milik Kerajaan Allegria.
Batu tersebut sangat berharga karena dianggap menentukan kebahagiaan seluruh
penduduk Kerajaan Allegria. Hal ini menarik karena membuat pembaca langsung
penasaran dan ingin membaca ke paragraf berikutnya. Gaya berceritanya langsung
ke konflik yang terjadi di masa lampau, kemudian alurnya maju ke masa sekarang
dan terus menuju ke penyelesaian konflik. Cukup menarik dan tidak membingungkan
anak.
Penulis menggunakan nama yang unik untuk karakter yang diciptakannya. Meskipun
terasa kebanyakan (ada enam tokoh dalam cerpen tersebut), tetapi tidak masalah
karena masing-masing mendapat porsi watak yang pas dan sesuai. Penggunaan sudut pandang orang ketiga menurut saya sudah tepat karena dapat bercerita dengan lebih obyektif.
Penulis menggunakan gaya bahasa yang mudah dimengerti anak, singkat (tidak menggunakan kalimat bertingkat) dan lugas
(denotatif), sehingga isi cerita dapat dipahami dengan mudah oleh anak. Pesan ceritanya
tersampaikan dengan baik. Sayangnya, ada beberapa logika yang belum
diselesaikan dalam cerpen tersebut. Yaitu, alasan dibalik pengakuan Aldo sang
putra raja serta alasan mengapa ada tongkat penyihir Plavo di ruangan tempat
permata itu disimpan. Menurut saya, penjelasan tentang kedua hal tersebut perlu
disisipkan.
Pada logika tentang alasan Aldo mengakui perbuatannya, anak bisa belajar
tentang proses berpikir atau mungkin juga konflik batin Aldo sampai pada
keputusan untuk mengakui perbuatan yang tidak terpujinya pada raja. Konflik batin
pasti dirasakan oleh Aldo dan inilah yang tidak dieksplor oleh penulis. Padahal,
di sinilah titik kritis pesan penulis disampaikan. Perbuatan Aldo memang tidak
terpuji, namun ia memiliki tujuan mulia. Ketika konflik batin Aldo diceritakan,
maka pembaca akan tahu proses berpikirnya sehingga sampai pada keputusan untuk
mengakui perbuatannya. Anak akan belajar tentang menjadi jujur meskipun
memalukan dan menakutkan, disamping belajar untuk berempati.
Tentang logika tongkat sihir Plavo yang ada di ruangan tempat
diletakannya batu kebahagiaan, saya tidak tahu apakah ada hubungannya dengan Aldo
atau tidak. Penulis menggunakan ini sebagai pengecoh cerita untuk menggiring
pada opini bahwa pencurinya adalah Plavo, sang penyihir. Hal ini sah saja
asalkan ada bagian yang menjelaskan mengapa ada tongkat Plavo di ruangan
tersebut, apakah ada hubungnaya dengan Aldo atau tidak. Supaya pembaca dapat
belajar berpikir kritis sesuai data yng ditemukan dan melakukan penalaran. Jika
memang ada hubungannya, jelaskan mengapa Aldo menggunakan Plavo sebagai yang
korban (baca: tertuduh). Jika tidak ada hubungannya, dijelaskan mengapa sampai
tongkat Plavo ada di ruangan tersebut. Harapannya,
anak bisa belajar untuk tidak cepat menyimpulkan sebelum jelas kebenaran
datanya.
Secara umum, penulis telah menggunakan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia
dengan benar. Namun, masih banyak ditemukan beberapa kesalahan dalam penulisan
petikan kalimat langsung. Penulis menggunakan tanda baca koma (,) untuk
mengakhiri kalimat dan bukan tanda tanya (?), misalnya pada petikan dialog
sebagai berikut:
“Penasehat Vidor,
kira-kira siapa yang sudah mengambil permata kebahagiaan milik kerajaan,”
Begitu pun di
kalimat lainnya, penulis menggunakan tanda baca koma (,) pada akhir kalimat dan
bukan tanda titik (.) padahal kalimatnya sudah selesai.
Sepemahaman saya
berdasarkan kaidah EBI, jika kalimat telah selesai, diakhiri dengan titik.
Secara keseluruhan, cernak
ini menarik dan pesannya sangat bagus. Saya terhibur
sekaligus menemukan hikmah bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh ada atau
tidaknya sesuatu, karena bahagia itu ada dalam hati.
Sekian review dari saya yang kurang ilmu, mohon maaf atas segala
kekurangan dan kata yang tidak berkenan. Semoga Mbak Lisa terus berkarya
melahirkan tulisan bergizinya untuk anak-anak Indonesia.
#tugasfiksi7
#odop
2 komentar
Wew keren review nya..panjang
BalasHapusMakasih mbak mab. Betul, itu juga yang saya bingung jelaskan tentang tongkat sihir. Sudah malas ngoprek lagi, akhirnya saya post di blog. Tulisan sekali duduk, dan enggan self editing. Terima kasih banyak ya mbak.
BalasHapus