Jumat, Oktober 14, 2016
Tak ada kawan abadi,
Tak ada lawan abadi,
Yang ada hanyalah kepentingan yang abadi...
....
Familiar dengan kalimat di
atas? Dalam dunia politik, kalimat tersebut sangat sesuai, dan sudah terbukti
benar. Di Pilkada periode lalu berkoalisi, tetapi bercerai di periode
berikutnya. Konflik kepentingan menjadi penyebab retaknya hubungan politik.
.
Demi terwujudnya kepentingan
politik, apapun dilakukan asal menguntungkan dan tentu saja ujung-ujungnya
ditunggangi kepentingan subyektif. Kepentingan parpol bukan lagi soal mana yang
lebih memihak rakyat yang telah memilih mereka. Bahkan, atas nama kepentingan,
membela kawan harus dilakukan dengan segala cara, meskipun kawannya terduga
kuat salah, biarpun caranya bertentangan dengan kebenaran yang mutlak sekalipun.
.
Dan, inilah lakon dagelan
politik hari ini, dimana seorang ketua tim sukses calon incumbent Gubernur DKI
Jakarta dengan sangat berapi-api membela calon tersebut yang melakukan
kesalahan. Kesalahan yang tidak tanggung-tanggung menyakiti hati umat muslim di
negeri ini. Ironisnya, dia sendiri adalah seorang muslim.
.
Saya tidak akan bicara tentang
Ahok, tidak heran kalau dia mengucapkan kata-kata yang menyakitkan itu karena
dia bukan muslim. Besar kemungkinan karena Ahok tidak paham Al-Qur’an dan tentu
saja karena berbeda keyakinan, tidak ada yang ditakutkannya jika dia berbuat
sesuatu terhadap Al-Qur’an.
.
Yang saya herankan justu pembelanya,
dimana terlihat jelas dia telah menutup mata hatinya, cinta buta. Sehingga kesalahan
yang diperbuat Ahok, yang sebenarnya melukai agamanya, bisa dimaklumi bahkan
dicari pembenarannya, seolah bukan kesalahan. Entahlah apakah hatinya juga membenarkan
pembelaannya atau tidak, kita harap tidak. Ditambah dengan attitude yang sangat
merendahkan dirinya, dengan bahasa lisan dan bahasa tubuh yang tidak pantas.
Apalagi ditujukan kepada para ulama yang seyogyanya paling dihormati dan
disegani karena kedalaman ilmunya.
.
Dengan mempertontonkan
akhlaknya yang demikian, sebenarnya kita dapat mengukur seberapa tinggi derajatnya.
Pepatah bilang ”your attitude show your altitude.”
.
Dewasa ini, makin banyak orang pinter yang keblinger,
dimana pemikiranya campur baur dengan
pemahaman yang salah, tetapi dia yakini dan dia pertahankan. Bahayanya lagi,
kemampuannya bersilat lidah membutakan hati orang yang lemah iman dan akal. Kemahiran
bermain logika membuat apa yang salah terlihat benar.
.
Mungkin Nusron Wahid, sang
pembela itu, lupa bahwa pada dasarnya manusia tak ingin terlihat salah, pun
untuk orang yang jelas terlihat bersalah. Itulah sebabnya pengadilan Margriet
atas dugaan pembunuhan Angeline berlarut-larut, atau sidang kopi Jessica bagai
mengurai benang kusut. Nusron berpendapat bahwa yang mengerti maksud ucapan
Ahok ya, Ahok sendiri. Masalahnya, sekalipun Ahok ditabayyun, ia bisa saja
mengatakan bahwa dia tidak bermaksud melecehkan. Terbukti kan, akhirnya Ahok
meminta maaf dan mengatakan dia tidak bermaksud melecehkan Al-Qur’an.
.
Pernyataan Nusron itu
sebenarnya blunder. Bertentangan dengan pendapatnya sendiri yang mengatakan
bahwa agama itu harus logik, harus masuk di akal manusia. Padahal dengan
mengatakan bahwa hanya Allah lah yang berhak menafsirkan Al-Qur’an, peran logik
menjadi nol, sebab manusia tidak boleh berpikir menafsirkan Al-Qur’an.
Benar-benar paradoks.
.
Ditambah
lagi, ternyata dia menggunakan tafsir hermeunetika, yang bahkan oleh para
Orientalis disepakati bukan untuk menafsirkan keislaman. Dengan demikian,
pembelaannya itu berdasar pada sandaran yang sangat lemah, mau diputar balik
seperti apapun, kebatilan pada akhirnya akan kalah. Itu hanya soal waktu saja.
.
Akhirnya, karena pada dasarnya
yang bisa menilai amalan hati hanya Allah, manusia hanya bisa menilai amalan
jasad. Soal Ahok bermaksud atau tidak, biarlah jadi urusan dia dengan Allah.
Yang menjadi urusan manusia adalah: faktanya Ahok bicara seperti itu, yang jika
ditinjau dari kajian linguistik terbukti benar bahwa Ahok telah melecehkan
Al-Qur’an. Karena amal jasad itulah dia dihukumi. Sebab kalau tidak, hukum
menjadi tak bernyali di negara ini. Maka bersiap-siap lah negeri ini menuju
kehancurannya. Wallahu’alam bishawab...
3 komentar
Speechless dengan takdir spt ini :'(
BalasHapusbaca judulnya udah tertarik. Tulisannya jauh lebih menarik. makasih mbak, renungannya, keren!
BalasHapusIsinya saya Yes (maaf Mbak saya Copas hehehe). Saya masih mikir2 dulu untuk menulis demikian. Perlu waktu untuk berfikir.
BalasHapusKalimat pembuka mengingatkan saya pada qoul masyhur Imam Syafi'i.
Tidak akan ada Bahagia yang Abadi
Pun tiada pula penderitaan yang Abadi.
Yang menyeramkan kalimat pamungkasnya Mbak. Waliyadzu Billah ya Mbak. Jangan sampai Indonesia hancur.